Teknologi Pendidikan

Belajar tentang mata kuliah E-Learning di jurusan teknologi pendidikan, di sini : study-elearning.blogspot.com

Online Learning

Belajar di dunia maya lebih banyak koneksi ke berbagai sisi kehidupan, Study-elearning.blogspot.com..

Tak Ada Batasan Waktu

Belajar apa saja, dimana saja, dan kapan pun, di Study-elearning.blogspot.com.

Ayo Gapai Mimpi

Gapai mimpi dengan cara kita sendiri , study-elearning.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label Difusi Inovasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Difusi Inovasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 12 Desember 2012

ADOPSI INOVASI



FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI INOVASI
Tujuan utama proses difusi adalah agar diadopsinya suatu inovasi. Namun demikian, ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi tersebut. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi :
a.       Karakteristik  Inovasi, Everett M. Roger (Ibrahim, 1988:47) mengemukakan karakteristik inovasi dapat mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan inovasi, yaitu :
1)      Keunggulan relatif (relative advantage) . Derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
2)      Kompatibilitas (compatibility). Derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
3)       Kerumitan (complexity). Derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
4)       Kemampuan diuji cobakan (trialability) . Derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.   
b.      Atribut inovasi
Menurut Zalman, Ducan, dan Holbek bahwa cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut inovasi, yaitu sebagai berikut (Udin Syaefudin S., 2010:23) :
1)      Pembiayaan (cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan. Baik pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya. Biasanya tingginya pembiayaan ada kaitanya dengan kualitas inovasi sendiri.
2)      Balik modal, atribut ini hanya ada dalam inovasi di bidang perusahaan/industry. Artinya suatu inovasi akan dapat dilaksanakan kalau hasilnya dapat dilihat sesuai dengan modal yang dikeluarkan.
3)      Efisiensi,inovasi cepat diterima jika ternyata pelaksanaanya dapat menghemat waktu dan terhindar dari berbagai masalah/hambatan.
4)      Resiko dari ketidakpastian, inovasi cepat diterima jika mengandung resiko sekecil-kecilnya.
5)      Mudah dikomunikasikan, inovasi cepat diterima jika isinya mudah dikomunikasikan dan mudah diterima klien.
6)      Kompatibilitas, sepat diterima jika adanya kesesuaian dengan nilai-nilai warga masyarakat.
7)      Kompleksitas, inovasi mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar dengan cepat.
8)      Status ilmiah,inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan penerima akan lambat proses penyebaranya.
9)      Kadar keaslian, warga masyarakat dapat cepat menerima inovasi yang dirasakan itu hal yang baru bagi mereka.
10)  Dapat dilihat kemanfaatanya
11)  Dapat dilihat batas sebelumnya, inovasi mudah diterima masyarakat jika dapat dilihat batas sebelumnya.
12)  Keterlibatan sasaran perubahan
13)  Hubungan interpersonal, dengan hubungan yang baik inovasi dapat dengan mudah diterima.
14)  Kepentingan umum atau pribadi, inovasi yang bermanfaat untuk kepentingan umum akan lebih cepat diterima daripada yang ditujukan untuk kepentingan kelompok tertentu.
15)  Penyuluh inovasi, guna melancarkan usaha mengenalkan suatu inovasi kepada organisasi sampai organisasi mau menerima inovasi, diperlukan sejumlah orang yang diangkat menjadi penyuluh inovasi.
Contoh Difusi Inovasi dalam Pendidikan
Inovasi pendidikan dapat diartikan sebagai ide, gagasan, strategi/metode yang dirasakan dan diamati sebagai hal baru bagi individu maupun kelompok masyarakat guna mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan. Berikut beberapa contoh proses difusi inovasi pendidikan yang dituangkan dalam jurnal Dini H.D, antara lain :
1.      Program Bermain Sambil Belajar (BSB)
Program BSB didasarkan pada konsep active learning,  yaitu siswa akan belajar lebih banyak jika dilibatkan secara aktif dalam belajar. Hasil pengamatan di suatu sekolah, menunjukkan bahwa untuk meningkatkan mutu hasil pembelajaran, sekolah itu telah mendisfusikan dan menerapkan inovasi dalam strategi pembelajaran dengan menerapkan BSB. BSB ini merupakan inovasi, yang telah didifusikan oleh kepala sekolah kepada para guru (top down) sebagai adopternya, komunikasi berlangsung melalui saluran antarpribadi dan dapat berlagsung secara lancer karena terdapat kesamaan atau dapat dikatakan mereka dalam suatu sistem sosial yang relative bersifat hemofili.
2.      Penggunaan website untuk pembelajaran
Pengadaan dan penggunaan website di sekolah merupakan suatu gagasan dan metode yang baru. Setelah ada website, waktu guru tidak lagi terbatas untuk menyajikan bahan pelajaran. Sebelumnya proses pembelajaran terjadi hanyalah di dalam sekolah. Melalui website ini, siswa dapat belajar kapan saja dan di mana saja selama ada akses ke internet.selain itu, penggunaan website sebagai media informasi juga merupakan hal baru di sekolah. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa penggunaan website adalah suatu inovasi.
3.      Penggunaan CD dan LCD di Sekolah Tirta Marta BPK Penabur
Penggunaan CD dan LCD dalam pembelajaran menjadi lebih efektif dan menyenangkan bagi siswa dan siswa tidak takut lagi terhadap suatu mata pelajaran yang dianggapnya sulit. Di samping itu, inovasi ini mempermudah guru dalam memberikan materi pelajaran dan menjelaskan sesuatu yang abstrak. Pendifusian inovasi ini, dilakukan secara top down dari kantor pusat yayasan BPK penabur keseluruh kantor cabang sekolah BPK penabur yang ada di Jakarta.



Elemen Difusi Inovasi



Elemen Difusi Inovasi
Menurut Rogers (Ibrahim, 1988:60 ) terdapat 4 elemen pokok difusi inovasi, yaitu :
            1.         Inovasi
Suatu ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang, baik berupa hasil discovery maupun invensi diadakan guna mencapai tujuan. Sesuatu yang baru, kata  Baru disini mengandung ketidaktentuan (uncertainty), artinya sesuatu yang mengandung berbagai alternatif kemungkinan, sesuatu yang tidak tentu, bagi seseorang yang mengamati, baik mengenai arti, bentuk, manfaat, dan sebagainya.
Dengan adanya informasi, maka akan mengurangi ketidaktentuan tersebut, karena dengan informasi itu berarti memperjelas arah pada satu alternatif tertentu. Contoh : inovasi KB, maka orang yang mengamati KB sebagai sesuatu yang baru, berarti KB bagi orang itu masih serba tidaktentu. Dengan memperoleh informasi tentang KB, maka informasi tersebut mengurangi ketidaktentuan bagi orang tersebut. Sehingga, orang tersebut makin mempunyai kepastian tentang KB.
Suatu inovasi dalam proses difusi terbuka kemungkinan terjadinya perubahan (re-invention) atau modifikasi, dan para penerima inovasi bukan berperan secara pasif hanya sekedar menerima apa yang diberikan. Komunikasi merupakan salah satu elemen yang tidak dapat ditinggalkan dalam proses difusi inovasi.  
            2.         Komunikasi dengan saluran tertentu
Komunikasi disini diartikan sebagai proses pertukaran informasi antar warga masyarakat, sehingga terjadi saling pengertian satu sama lain. Komunikasi dengan tipe khusus yaitu difusi, yang menggunakan sesuatu hal baru (inovasi) sebagai bahan informasi. Kegiatan komunikasi dalam proses difusi mencangkup : a) suatu inovasi; b) individu atau kelompok yang telah mengetahui dna berpengalaman dengan inovasi; c) individu atau kelompok yang belum mengenal inovasi; d) saluran komunikasi yang menggabungkan antara kedua belah pihak tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran komunikasi tertentu.
Saluran komunikasi sebagai media/alat untuk menyampaikan pesan dari satu orang ke orang lain. Diperlukan ketepatan dalam pemilihan atau penggunaanya, sehingga proses komunikasi menjadi efektif. kondisi kedua belah pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan dan penggunaan saluran komunikasi. Contoh : saluran media massa seperti televise, radio, surat kabar, dan sebagainya tepat digunakan untuk menyampaikan informasi dari seseorang kepada sekelompok orang tertentu. Sedangkan saluran interpersonal (antar individu), lebih efektif untuk mempengaruhi seseorang, sahabat, keluarga agar menerima inovasi. Saluran interpersonal dapat pula dipakai dalam sebuah kelompok.
Komunikasi interpersonal dengan prinsip homophily (kesamaan) yaitu kesamaan (asal daerah, bahasa, kepercayaan, dsb) antar orang yang berkomunikasi, akan lebih efektif untuk membujuk atau mempengaruhi seseorang untuk menerima sebuah inovasi. Karena berdasarkan hasil kajian dalam proses difusi banyak orang yang tidak menilai inovasi secara obyektif berdasarkan kajian ilmiah, tetapi mereka menilai secara subjective berdasarkan informasi yang diperoleh dari kawanya yang terlebih dahulu mengetahui dan menerima inovasi. Pada kenyataanya dalam proses difusi justru keadaanya berlawanan (heterophily). Perlawanan-perlawanan antar individu tersebut dapat diatasi jika ada emphaty yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang lain.
            3.         Waktu
Waktu merupakan elemen terpenting dalam proses difusi, karena waktu adalah aspek utama dalam komunikasi. Waktu merupakan aspek dari Setiap kegiatan yang dilakukan. Peranan dimensi waktu dalam proses difusi yaitu :
a.       Proses keputusan inovasi
Ialah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi. Terdapat 5 langkah dalam proses keputusan inovasi, yaitu : i) pengetahuan tentang inovasi; ii) bujukan atau himbauan; iii) penetapan atau keputusan; iv) penerapan (implementasi); v) konfirmasi (confirmation). Dimana peranan elemen waktu tampak dengan adanya urutan waktu pelaksanaan dari ke 5 tahap diatas. Periode waktu keputusan inovasi ialah lamanya waktu yang digunakan selama proses keputusan inovasi berlangsung, melalui 5 tahap diatas. Namun, ke- 5 tahap tersebut tidak semunya terlalui, karena mungkin terjadi perkecualian. Contoh, seseorang memutuskan menerima inovasi tanpa melalui tahap himbauan.
b.      Kepekaan seseorang terhadap inovasi
Tidak semua orang dalam suatu sistem sosial (masyarakat) menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka menerima inovasi dalam urutan waktu, artinya ada yang dahulu ada yang kemudian. Yang menerima inovasi lebih dahulu secara relative lebih peka terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi lebih akhir.
Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi atau terdahulunya dan terlambatnya menerima inovasi, dapat dikategorikan menjadi 5 macam kategori penerima inovasi dalam suatu sistem sosial tertentu yaitu : (a) inovator, (b) pemula, (c) mayoritas awal, (d) mayoritas akhir, dan (e) terlambat (tertinggal).
Lima kategori penerima inovasi tersebut merupakan bentuk ideal, berdasarkan observasi dari kenyataan dan didesain sebagai bahan perbandingan antar warga masyarakat (anggota sistem sosial). Fungsi dari bentuk ideal tersebut sebagai petunjuk perencanaan kegiatan penelitian serta dapat juga dipakai sebagai bahan kerangka acuan analisa hasil penelitian.
c.       Kecepatan penerimaan inovasi
Kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan relative diterimanya inovasi oleh warga masyarakat (anggota sistem sosial). Apabila sejumlah warga masyarakat menerima suatu inovasi, dan dibuat diagram frekuensi kumulatif berdasarkan waktu, maka hasilnya akan berupa kurva yang berbentuk – S ( bentuk kurva dapat dilihat dalam Ibrahim, 1988: 65)
 Bagan tersebut menunjukkan bahwa pada mulanya hanya beberapa orang yang menerima inovasi dalam tiap periode waktu tertentu (misalnya tahun atau bulan), mereka itu adalah innovator. Kemudian tampak kurve difusi segera mulai menanjak, makin lama makin banyak orang yang menerima inovasi. Kemudian kecepatan penerimaan inovasi mendatar, menggambarkan makin lama makin sedikit yang tinggal dan proses difusi selesai, artinya semua warga masyarakat telah menerima inovasi.
Kecepatan inovasi biasanya diukur berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai prosentase tertentu dari jumlah warga masyarakat yang telah menerima inovasi. Oleh karena itu pengukuran kecepatan inovasi cenderung diukur dengan berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh keseluruhan warga masyarakat, bukan penerimaan inovasi secara individual. Pertanyaan yang perlu dipikirkan ialah mengapa terjadi perbedaan kecepatan penerimaan inovasi dalam proses difusi inovasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, lihat kembali karakteristik dan atribut inovasi. Tetapi perbedaan kecepatan penerimaan inovasi juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan kondisi sistem sosial tertentu.
                     4.         Sistem Sosial
System social adalah hubungan (interaksi) anatr individu atau unit dengan bekerja sama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan. anggota system social dapat individu, organisasi, kelompok, dan sub system lainya yang saling pengertian dan memberi hubungan timbale balik. Misalnya : petani di desa, para dosen dan karyawan di perguruan tinggi, dan sebagainya. Individu akan terpengaruh oleh system social dalam menghadapi sebuah difusi inovasi.
 Roger (dalam jurnal Dina H.D) menyebutkan bahwa sesuatu itu disebut inovasi apabila menguntungkan, sesuai dengan nilai-nilai, tingkat kerumitan yang dapat ditoleransi, dapat diujicobakan, dan hasilnya dapat di amati. Pengaruh system social terhadap difusi inovasi dijelaskan lebih lanjut pada point selanjutnya. 

 Pengaruh Sistem Sosial Terhadap Difusi Inovasi
Hal-hal yang berkaitan antara system social dan pengaruhnya terhadap proses difusi inovasi, akan dibahas mengenai bentuk system social dalam mempengaruhi difusi, pengaruh norma dalam difusi, pengaruh pimpinan (pemuka) pendapat dan agen pembaharu, tipe keputusan inovasi, dan konsekuensi inovasi.  Hal-hal tersebuut berperan dalam hubungan antara system social dengan proses difusi inovasi yang terjadi dalam system social. Berikut sedikit ulasan mengenai hal-hal tersebut (Ibrahim,1988:67):
Struktur social dan difusi
Struktur sosial dalam hal ini diartikan sebagai pedoman peraturan unit dalam suatu sistem. Dengan adanya struktur ini maka dapat meninmbulkan ketertiban dan kestabilan tingkah laku individu dalam sistem sosial, dan juga memberikan kemungkinan tiap individu untuk merencanakan atau meramalkan tingkah laku yang akan dilakukannya sepanjang tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.
Struktur sosial bukan hanya berlaku dalam organisasi formal tetapi juga dalam struktur informal, yaitu hubungan antar sesame warga masyarakat atau antar anggota sistem sosial secara informal, dengan cirri utama adanya kejelasan siapa berhubungan dengan siapa dan dalam situasi yang bagaimana.
Struktur sistem sosial dapat memperlancar atau menghambat proses difusi inovasi dalam suatu sistem, karena struktur sosial sangat berpengaruh terhadap proses komunikasi. Hal ini sangat menarik perhatian para ahli sosiologi dan psikologi sosial, karena tidak mungkin akan mempelajari difusi tanpa mengetahui struktur sosial yang ditempati para penerima inovasi.
Norma system social dan difusi
Norma yang berlaku pada suatu sistem sosial berpengaruh terhadap kecepatan penerimaan inovasi. Norma yang berlaku pada suatu sistem sosial merupakan pedoman tingkah laku anggota sistem sosial yang ditaati. Norma menjelaskan tentang perbuatan apa yang diperbolehkan serta memberikan petunjuk tentang standard perbuatan para anggota sistem sosial. Oleh karena itu suatu inovasi yang tidak sesuai dengan norma yang ada pada suatu sistem sosial akan terhambat pelaksanaan proses difusinya.
Pemuka pendapat dan agen pembaharu
Dua peranan orang yang mempunyai peranan penting dalam proses inovasi yaitu pemuka pendapat dan agen pembaharu.
Pemuka pendapat ialah orang yang mampu mempengaruhi orang-orang lain agar mengubah sikap atau tingkah lakunya secara informal, ke arah sesuatu perubahan yang dikehendaki. Pemuka pendapat merupakan pimpinan informal, yang tidak tentu memiliki status formal sebagai pemimpin dalam masyarakat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa jika sistem sosial akan mengadakan perubahan, maka pemuka pendapat sangat inovatif, tetapi jika norma tidak mau menerima perubahan, maka tingkah laku pemuka pendapat juga menggambarkan norma tersebut. Dengan kata lain pemuka pendapat merupakan contoh dan perwujudan dari struktur sosial.
Dalam beberapa ssitem sosial, ternyata pemuka pendapat dapat berperan kedua-duanya, mungkin dai sebagai pemuka inovasi, tetapi mungkin juga dia sebagai pemimpin yang menentang inovasi. Pengaruh pemuka pendapat ini dapat memperlancar difusi inovasi atau sebagai penghambat difusi inovasi. Jika dibandingkan dengan warga masyarakat bisa pemuka pendapat ini secra umum memiliki sifat-sifat yang berbeda, anatra lain :lebih terbuka terhadap segala macam bentuk komunikasi dengan dunia luar, lebih bersifat kosmopolit (semua manusia adalah saudara), dan memiliki status yang lebih tinggi, lebih inovatif (tetapi tergantung kesesuaian dengan norma). Peranan yang sangat penting dari pemuka pendapat ialah menjadi pusat komunikasi (hubungan interpersonal) dalam jaringan komunikasi dalam sistem sosial.
Agen pembaharu adalah seorang professional yang bertugas untuk mempengaruhi klien (sasaran inovasi), untuk mengambil keputusan mengikuti inovasi, sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh lembaga atau organisasi tempat agen pembaharu itu bekerja. Agen pembaharu selalu berusaha agar terjadi proses difusi inovasi, tetapi justru biasanya proses difusi kurang lancer karena ia orang yang datang dari luar sistem sosial (heterophil). Untuk melancarkan proses difusi biasanya agen pembaharu menggunakan pemuka pendapat untuk kampanye penyebaran inovasi. Demikian pula sering terjadi yang menjadi agen pembaharu seorang sarjana yang memang ahli sesuai dengan ide baru atau inovasi yang akan disebarluaskan, tetapi dengan timbul hambatan dalam tugasnya melaksanakan difusi inovasi, yaitu tidak dapat dekat dengan warga masyarakat. Untuk mengatasi itu biasanya digunakan tenaga pembantu yang tentu saja kualitas profesionalnya kurang daripada agen pembaharu tetapi lebih erat dengan anggota sistem sosial yang menjadi sasaran inovasi. Pembantu agen pembaharu dipilihkan orang yang lebih homphily, sehingga dapat mengurangi kesenjangan heterophily, yang terjadi antara agen pembaharu dengan klien.
Tipe keputusan inovasi
Inovasi diterima tidaknya diputuskan berdasarkan keputusan bersama atau tanpa paksaan. Tipe keputusan inovasi dapat dibedakan menjadi :
a.       Keputusan inovasi opsional, yaitu keputusan diterima tidaknya inovasi ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa pengaruh anggota system social. Meskipun seorang individu mengambil keputusan berdasarkan norma system social atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota system social.
b.      Keputusan inovasi kolektif, yaitu keputusan diterima tidaknya inovasi berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatanantar anggota system social.
c.       Keputusan inovasi otoritas, yaitu keputusan diterima tidaknya inovasi berdasarkan keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang  yang berkedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu system social.
Ketiga tipe keputusan tersebut merupakan rentangan (continuum) dari keputusan opsional, dilanjutkan keputusan kolektif, dan yang terakhir keputusan otoritas. Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi dapat berubah dalam waktu tertentu.
d.      Keputusan inovasi kontingen (contingent), yaitu pemilihan diterima tidaknya suatu inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya. Cirri pokok keputusan ini ialah digunakanya dua atau lebih keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, terserah yang mana yang akan digunakan bisa keputusan opsional, kolektif atau otoritas.
Konsekuensi Inovasi
System social berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung (keputusan opsional) dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Konsekuensi inovasi ialah perubahan yang terjadi dalam system social sebagai hasil dari penerimaan atau penolakan dari suatu inovasi.  Klasifikasi konsekuensi inovasi, meliputi :
a.       Konsekuensi yang bermanfaat dengan yang tidak bermanfaat, tergantung dari hasil inovasi di dalam system social itu fungsional atau tidak fungsional.
b.      Konsekuensi langsung dengan tidak langsung, tergantung dari perubahan yang terjadi pada individu atau system social         berupa respon yang pertama terjadi pada inovasi, atau respon kedua setelah adanya konsekuensi langsung.
c.       Konsekuensi yang diharapkan dengan yang tidak diharapkan, tergantung dari bagaimana perubahan itu, diketahui dan direncanakan oleh anggota system social, atau tidak.
Ketika klasifikasi konsekuensi tersebut biasanya berlangsung secara bersamaan. Dan untuk menentukan sebuah konsekuensi bermanfaat atau tidak cukup sulit, karena biasanya dapat terjadi suatu inovasi bermanfaat bagi system social, tapi tidak untuk anggota system social tertentu.
Contoh dari proses inovasi dan difusi serta konsekuensinya lebih jelas terdapat dibuku Ibrahim (1988:74-77) , salah satunya yaitu tentang usaha perbaikan pendidikan  di Indonesia yang disebut hari Krida. Dimana kegiatan tersebut dilakukan Setiap hari sabtu, siswa tidak diajar seperti biasa tapi dilatih berbagai ketrampilan, kesenian , dan olahraga. Pelaksanaan inovasi dimulai dengan cara penyampaian informasi tentang cara pelaksanaan Hari Krida dari atas sampai lapisan bawah. Sehingga berdasarkan kondisi dan situasi sekolah maupun social, umumnya pada hari sabtuyang berlangsung hanya olahraga dan kesenian khususnya menyanyi. Dari Inovasi tersebut diperoleh analisis :
Kemanfaatan, tetap aka nada manfaat walaupun tidak sepenuhnya seperti yang diharapkan. Konsekuensi langsung, dengan adanya latihan olahraga secara rutin Setiap hari sabtu, maka tim olahraga sekolah menjadi terlatih dan terampil. Konsekuensi yang diharapkan, tidak sepenuhnya tercapai karena hanya sebagian ketrampilan siswa yang dapat dikembangkan. Konsekuensi yang tidak diharapkan, terjadinya pulang awal pada hari sabtu.

AKTIVITAS BELAJAR OTENTIK



AKTIVITAS BELAJAR OTENTIK
A.      Strategi Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Otentik
Strategi pengajaran adalah keseluruhan metode dan prosedur yang menitik beratkan pada kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks strategi pengajaran tersusun hambatan-hambatan yang dihadapi, tujuan yang hendak dicapai, materi yang hendak dipelajari, pengalaman.Terdapat beberapa macam strategi pembelajaran, diantaranya yaitu :
a.    Strategi pembelajaran berpusat pada siswa
Pengajaran yang berpusat pada siswa adalah proses belajar mengajar berdasarkan kebutuhan dan minat siswa. Strategi pengajaran yang berpusat pada siswa dirancang untuk menyediakan sistem belajar yang fleksibel sesuai dengan kehidupan dan gaya belajar siswa. Lembaga pendidikan dan guru tidak berperan sebagai sentral melainkan hanya sebagai penunjang.
Berdasarkan tuntutan-tuntutan dan komponen penting lainnya pada individu siswa diharapkan mereka mencapai tujuan pengajaran secara efektif. Dalam rangka itu pula, pelaksanaan pengajaran yang berpusat pada siswa diselenggarakan dalam tiga sistem organisasi, yakni sistem berbasis institusi, sistem local, dan sistem belajar jarak jauh.
b.    Pengajaran Berdasarkan Pengalaman
Pengajaran berdasarkan pengalaman melengkapi siswa dengan suatu alternative pengalaman belajar dengan menggunakan pendekatan kelas, pengarahan guru misalnya metode ceramah. Strategi pembelajaran ini menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Rumusan pengertian tersebut menunjukkan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman memberi siswa seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Cara ini mengarahkan kepada siswa untuk mengeksplorasi yang dialami dan investigasi langsung kedalam suatu situasi pemecahan masalah/daerah mata pelajaran tertentu.
            Tujuan pendidikan yang mendasari strategi ini adalah :
1.    Untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui partisipasi belajar aktif.
2.    Untuk menciptakan interaksi sosial yang positif guna memperbaiki hubungan sosial dalam kelas.
Sedangkan aktivitas belajar otentik berarti Brown, Collins, dan Duguid (1989) mendefinisikan kegiatan otentik merupakan sebagai kegitan  yang "koheren, dan bermakna, serta  memiliki  tujuan " (hal. 34). Konteks aktivitas otentik adalah dimana pelaksana (instruktur) tidak hanya melakukan aktivitas di kelas atau di tempat pelatihan saja. Aktivitas otentik dalam  pembelajaran dibangun  dengan menggunakan bahasa sehari-hari, dan situasi sehari-hari. (sumber: http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/182-teori-desain-konstruktivis).
Belajar otentik biasanya berfokus pada dunia nyata, masalah-masalah yang kompleks dan solusinya, menggunakan latihan role-playing, pembelajaran berbasis masalah, studi kasus, dan partisipasi dalam komunitas praktek virtual. Lingkungan belajar dibuat inheren dengan multidisiplin. Lingkungan pembelajaran tidak dibangun untuk mengajar geometri atau filsafat. Lingkungan pembelajaran aktivitas otentik menyediakan aplikasi “dunia nyata” atau disiplin, seperti : manajemen kota, membangun rumah, menerbangkan pesawat, menetapkan anggaran, memecahkan tindak kejahatan, dan lain sebagainya yang diajarkan dengan permainan multi disiplin, multi perspektif, alternatif cara kerja, kebiasaan berfikir, dan kondisi masyarakat. Peserta didik perlu menumbuhkan “kemampuan portable” atau kemampuan yang dapat dibawa sebagai dasar dalam aktivitas belajar otentik. Kemampuan portable tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Penilaian untuk membedakan informasi yang reliabel dan tidak reliabel.
b.      Kesabaran untuk mengikuti berbagai argumen.
c.       Kemampuan sintesis untuk mengenali pola yang relevan dalam konteks asing.
Fleksibilitas untuk berkerja melintasi batas-batas disiplin dan budaya untuk menghasilkan solusi yang inovatif.

B.       Model pedagogi konstrutivistik dan strategi pembelajaran
Dalam pedagogi konstruktivisme, siswa diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya, bukan diberi pengetahuan melalui pembelajaran. Jika dikaitkan dengan pembelajaran jarak jauh (On Line Learning), perancang pembelajaran harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasikannya :
-       Siswa diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas seperti menerapkan informasi pada situasi riil, memfasilitasi penafsiran personal terhadap materi ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.
-       Untuk mendorong siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, guru harus memberikan pembelajaran online yang interaktif. Siswa harus mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi dengan siswa lain.
-       Sebaiknya digunakan strategi pembelajaran kolaboratif. Bekerja dengan siswa lain memberikan siswa pengalaman riil dan memperbaiki keterampilan meta kognitif mereka.
-       Siswa sebaiknya diberi waktu untuk merefleksikan materi ajar. Pertanyaan pada materi ajar dapat digunakan untuk meningkatkan refleksi. Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif dengan cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Di samping itu, aktivitas sebaiknya mendorong siswa menerapkan materi ajar.
-       Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru, e learning disarankan memberikan aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks, penilaian kinerja untuk mengataasi masalah (makalah Analisis Teori Belajar Dalam PJJ).
Menurut pendapat kami, model-model yang termasuk dalam model pedagogi konstruktivisme diantaranya :
-       Model pembelajaran mandiri
Dalam belajar mandiri, peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau mengakses program e learning tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari oranglain. Di samping itu, peserta didik mempunyai otonomi dalam belajar, yakni peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran, bahan belajar, cara belajar, dan dapat ikut menentukan cara evaluasinya.
Dalam pembelajaran mandiri terdapat 2 model beserta strateginya, yakni (Rusman:2011) :
1.      Model SAVI
Dave Meier menyajikan suatu system lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan model S A V I, yaitu Somatic, Auditory, Visual, Intelectual. Somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori, belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual, belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Intelektual, belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan.
Strategi pendekatan model S A V I ini dilaksanakan dalam 4 tahap.
o   Persiapan. Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan dataang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
o   Penyampaian. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar.
o   Pelatihan. Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar mengintegrasikan dan menyerappengetahuan dan ketrampilan baru denganberbagai cara.
o   Penampilan hasil. Tujuannya adalah membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau ketrampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar akan melekat dan terus meningkat.

2.      Model M A S T E R
Rose dan Nicholl memperkenalkan satu model belajar yang dikenal dengan M A S T E R, yaitu  para pembelajar mulai menyadari bahwa belajar bukan suatu yang dilakukan untuk pembelajar – hanya pembelajaran yang dapat melakukan. Model ini meliputi : Mind, artinya mendapatkan keadaan pikiran yang benar dengan menjelaskan kepada pembelajar tentang kerja otak dan gaya belajar dengan melihat relevansi, memvisualisasikan hasil yang bermutu, memberi peserta didik control diri, menciptakan moto kelas, dan melibatkan orang tua. Acquire, artinya memperoleh informasi yang terdiri dari gagasan inti . Search out, mencari makna melalui pembimbing merek, membantu dan melibatkan kecerdasan kinestetik dengan cara imajinasi terbimbing,pertanyaan menantang, dan belajar intrapersonal. Trigger, artinya memicu memori. Exhibit, memamerkan apa yang diketahui melalui teknik tantangan persaingan, penilaian personal, catatan prestasi, dan nilai. Reflect, artinya merefleksikan cara belajar.
Berpijak pada kondisi-kondisi faktual di atas, untuk memulai suatu jalan menuju masyarakat pembelajaran yang ideal untuk abad 21 harus mencakup : (1) komitmen pada belajar, bagaimana belajar, dan menjadi analisis kreatif dan kritis, (2) memberikan perhatian pada pendidikan prasekolah, (3) kekuatan orangtua, (4) menggunakan teknologi, (5) memperbaiki kondisi pengajar, (6) sekolah berbasis otak, (7) melibatkan masyarakat, (8) modernisasi kurikulum, (9) merubah sistem ujian.
-          Model pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata (Rusman:2011).
Adapun langkah-langkah proses pembelajaran kontekstual meliputi :
o   Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna dengan pengetahuannya sendiri.
o   Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topic yang diajarkan
o   Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
o   Menciptakan masyarakat belajar, seperti diskusi, Tanya jawab, dll.
o   Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media yang sebenarnya
o   Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
o   Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.
-          Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
Menurut Tan (2003), yang ditulis dalam buku “Model-Model Pembelajaran” oleh Rusman (2011), mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, manguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. PBM merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Dari segi pedagogis, PBM didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri-ciri :
o   Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar
o   Pergulatan dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi belajar
o   Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

C.      Strategi Pembelajaran Aktivitas Belajar Otentik
Untuk pendidik dan desainer pembelajaran, terdapat esensi dari aktivitas belajar otentik dapat digunakan sebagai acuan, ke-10 esensi dalam aktivitas belajar otentik, yaitu (Marilyn M. Lombardi, 2007: hal.3) :
1.      Real-world Relevance. Aktivitas otentik dibuat sedekat mungkin sesuai dengan tugas profesional di dunia nyata. Pembelajaran meningkat mendekati kenyataan, dengan meminta peserta didik untuk bekerja secara aktif dengan konsep-konsep abstrak, mempelajari fakta, dan kemudian mempelajari kondisi budaya sosial dari berbagai disiplin. 
2.      Ill-defined Problem. Tantangan tidak boleh dibuat untuk mudah dipecahkan. Aktivitas belajar otentik relatif terdiri dari tugas-tugas kompleks yang harus diselesaikan dan terbuka untuk beberapa interpretasi, yang meminta peserta didik untuk mengidentifikasi sendiri sub-sub tugas untuk dapat mengerjakan tugas utama.
3.      Sustained Investigation. Permasalahan tidak dapat diselesaikan hanya dalam hitungan menit atau jam. Sebaliknya, kegiatan-kegiatan otentik teridiri dari masalah kompleks yang harus diinvestigasi oleh peserta didik dalam jangka waktu yang berkelanjutan. Masalah-masalah yang ada pada aktivitas belajar otentik, memerlukan tingkat pemikiran dan alokasi waktu yang berkelanjutan.
4.      Multiple Source and Perspective. Dalam aktivitas belajar otentik, peserta didik tidak diberi daftar sumber belajar. Aktivitas belajar otentik memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mencari referensi teori, perspektif praktek, dari berbagai sumber, dan melatih peserta didik agar dapat membedakan mana informasi yang relevan dan sebaliknya.
5.      Collaboration. Tingkat kesuksesan tidak hanya dinilai dari kinerja individual peserta didik. Kegiatan belajar otentik membuat kolaborasi integral antara pembelajaran di kelas dengan praktiknya di dunia nyata.
6.      Reflection (metacognition). Kegiatan belajar otentik memungkinkan peserta didik untuk memilih dan merefleksikan materi yang dipelajari, baik secara individual atau kelompok.
7.      Interdiciplinary Prespective. Relevansi tidak hanya terbatas pada satu domain atau satu mata pelajaran saja. Sebaliknya, kegiatan belajar otentik memiliki konsekuensi untuk memperluas pembelajaran melampaui disiplin tertentu, mendorong peserta didik untuk mengadopsi peran yang beragam dari berbagai disiplin.
8.      Integrated Assessment. Pada aktivitas belajar otentik, penilaian tidak hanya sebatas penilaian sumatif, tetapi tugas utama penilaian adalah mampu merefleksikan proses penilaian di dunia nyata.
9.      Polished Product. Kesimpulan tidak hanya berupa latihan dan urut-urutan persiapan untuk membuat sesuatu. Kegiatan otentik berujung pada penciptaan produk secara keseluruhan yang memiliki nilai didalamnya.
10.  Multiple Interpretation and outcomes. Daripada menghasilkan satu jawaban benar, yang diperoleh dari penerapan prinsip dan prosedur, kegiatan belajar otentik memungkinkan beragam interpretasi dan solusi.

Perguruan tinggi di berbagai daerah di dunia mulai beralih ke pembelajaran otentik dan menempatkan kembali fokus pada peserta didik dalam rangka memperbaiki cara peserta didik menyerap menyimpan, dan mentransfer pengetahuan. Berikut beberapa contoh penerapan aktivitas  belajar otentik :
Pembelajaran Berbasis Simulasi. Mekong e-Sim adalah sebuah lingkungan belajar online yang menggunakan simulasi dan role-playing untuk mengajak siswa dalam pengambilan keputusan otentik yang kompleks, mengembangkan komunikasi, dan keterampilan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menjadi praktisi yang sukses di bidangnya. Sumber: http://www.educause.edu/ir/library/pdf/ELI5014.pdf
Media Buatan Peserta Didik. Mahasiswa di Universitas Columbia, menciptakan rekonstruksi virtual 3D pasar Athena kuno yang dikenal sebagai ‘agora’ dan diminta untuk menjelaskan desain replika yang mereka buat. Mereka membuat rekonsruksi lingkungan berdasarkan data forensik, foto, serta citra satelit, topografi peta, dan pengukuran struktur, yang kemudian dibantu dengan editor Ancient Spaces 3D, untuk membuat desain rekonstruksi dari sumber-sumber tersebut.
Evaluasi Berbasis Teman Sebaya. Calibrated Peer Review (CPR) adalah program berbasis web gratis yang memungkinkan pendidik/instruktur menggabungkan tugas menulis kedalam program mereka, terlepas dari ukuran kelas, dan tanpa meningkatkan beban penialaian mereka. Siswa dilatih menjadi pengulas yang kompeten, kemudian diberi tanggungjawab untuk mendapatkan feedback dari teman mereka. CPR mengelola peer-review secara keseluruhan, termasuk pembuatan tugas, penyerahan kertas elektronik, pelatihan siswa dalam meninjau, analisis masukan, dan laporan kinerja persiapan—akhir.
Bekerja dengan Instrumen Jarak Jauh. Melalui antar muka website MIT memungkinkan peserta didik di seluruh dunia untuk melakukan eksperimen dengan instrumen yang terletak di kampus MIT. Agen perangkat lunak mengawasi penggunaan instrumen, menetapkan  prioritas untuk eksperimen individu. Dengan adanya instrumen tersebut, peserta didik dapat mengakses peralatan mahal atau instrumen langka, yang mungkin tidak didapatkan lewat pembelajaran di kelas. Sumber: http://www.educause.edu/ir/library/pdf/ELI7013.pdf


D.      Peran Strategi Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Otentik dalam Online Learning
E-learning menurut ASTD (American Society for Training & Development) adalah serangkaian luas aplikasi dan proses, misalnya web-based learning, computer-based learning, virtual classroom, dan digital collaboration. (Robbin & Frank, 2010:xii). E learning memiliki manfaat yang cukup besar terutama ketika dikaitkan dengan jarak dan keterbatasan waktu dalam belajar, belajar dapat dilakukan melalui web. PBM dapat memanfaatkan fasilitas e learning secara kolaboratif dalam proses pemecahan masalah. Dengan memanfaatkan masalah sebagai pemicu untuk belajar dan interaktif, potensi teknologi mungkin dapat digunakan secara penuh, namun pada sisi tertentu e learning tetap memiliki keterbatasan. Beberapa landasan prinsip penggunaan PBM dengan  e learning adalah : (1) menggunakan kekuatan masalah yangriil untuk membangkitkan motivasi, (2) mengkondisikan lingkungan kaitannya dengan informasi global, (3) mendorong proses pemanfaatan dan pengembangan belajar e learning, (4) menekankan pada pemecahan masalah dan pembuatan keputusan daripada bahan belajar, (5) menyediakan sistem dalam kolaborasi, (6) optimis dalam menggunakan struktur yang fleksibel, (7) mengembangkan evaluasi dan kritik terhadap sumber informasi.
Belajar Otentik
Menurut J. Herrington, dkk. Dalam buku Designing authentic activities for Web-based courses (Marilyn M. Lombardi, 2007), secara signifikan peneliti di bidang pendidikan menyimpulkan bahwa “nilai pembelajaran otentik tidak dibatasi untuk belajar dalam kehidupan dalam lokasi dan praktek yang nyata, akan tetapi pembelajaran otentik dapat diwujudkan melalui desain yang cermat dalam pembelajaran berbasis lingkungan web”. Saat ini, lingkungan berbasis web memberikan akses kepada peserta didik untuk mendapatkan berbagai sumber profesional. Pendidik dapat menggunakan Web-based alat komunikasi untuk membantu siswa berkolaborasi dengan satu sama lain, berbagi dan membangun pengetahuan.
Terdapat beberapa faktor yang mendukung terciptanya pembelajaran otentik agar menjadi pembelajaran yang efektif, yaitu :
a)      Learners look for connections. Mengasimilasikan pengetahuan baru kedalam struktur skema pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.
b)      Long-lived attachments come with practice. Konsep perlu “ditayangkan” berulang kali secara teratur, dikaitkan dengan informasi baru agar konsep yang terbentuk tidak hilang.
c)    New contexts need to be explored. Konsep yang dipelajari selalu menjadi bagian yang lebih besar dari “kegiatan pembelajaran” yang langsung terkait dalam pikiran peserta didik dengan setting, kegiatan, dan lingkungan sosial.

Penilaian Otentik
Penilaian otentik mengajak peserta didik untuk menggunakan pengetahuan akademik kedalam konteks dunia nyata untuk tujuan yang bermakna. Ketika peserta didik melakukan tugas dalam penilaian otentik, mereka menghadapi tantangan-tantangan yang lazim menyertai setiap usaha untuk mencapai hasil yang berarti dalam konteks pekerjaan atau masyarakat. Penilaian otentik meningkatkan pembelajaran dalam banyak hal. Pengujian standar bersifat eksklusif dan sempit, sementara penilaian otentik yang bersifat inklusif memberikan keuntungan kepada siswa dengan memungkinkan (Newmann & Wehlage dalam Contextual Teaching & Learning: 289) :
a)    Mengungkapkan secara total seberapa baik pemahaman materi akademik mereka.
b)   Mengungkapkan dan memperkuat penguasaan kompetensi mereka seperti mengumpulkan informasi, menggunakan sumber daya, menangani teknologi, dan berpikir secara sistematis.
c)    Menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka sendiri, dunia mereka, dan masyarakat luas.
d)   Mempertajam keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi saat mereka menganalisis, memadukan, mengidentifikasi masalah, menciptakan solusi, dan mengikuti hubungan sebab akibat.
e)    Menerima tanggung jawab dan membuat pilihan.
f)    Berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan tugas.
g)   Belajar mengevaluasi tingkat prestasi sendiri.






BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Aktivitas belajar otentik berfokus pada dunia nyata, masalah-masalah yang kompleks dan solusinya.Lingkungan pembelajaran aktivitas otentik menyediakan aplikasi “dunia nyata” atau disiplin.
Adapun yang termasuk dalam model pedagogi konstruktivisme yaitu model pembelajaran mandiri, model pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran berbasis masalah. Strategi dalam model pembelajaran mandiri yakni dengan model SAVI dan model MASTER. Kedua model tersebut lebih menekankan pada komitmen belajar, penggunaan teknologi, dan pelibatan masyarakat.Pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata. Sedangkan pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Penerapan aktivitas  belajar otentik diantaranya pembelajaran berbasis simulasi, media buatan peserta didik, evaluasi berbasis teman sebaya, dan bekerja dengan instrumen jarak jauh.

Saran
            Saran yang bisa kami berikan ialah semoga seluruh guru/pendidik yang ada di Indonesia bisa menerapkan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan berdasarkan pengalaman. Sehingga siswa memiliki rasa percaya diri dan dapat menciptakan interaksi sosial yang positif.
            Kemudian juga seluruh pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan dapat mengembangkan seluas-luasnya teori-teori pendidikan yang sudah ada. Sehingga semakin maju pendidikan kita dan berwawasan luas.


DAFTAR PUSTAKA


Arshy,dkk.2012.”Analisis teoribelajardalampembelajaranjarakjauh (e-learning). Yogyakarta
Johnson, Elaine B. 2007. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung: Penerbit MLC.
http://net.educause.edu/ir/library/pdf/eli3009.pdf  diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 15:18
Manson, Robin & Frank Rennie. 2010. Elearning Panduan Lengkap Memahami Dunia Digital dan Internet. Yogyakarta : Penerbit BACA!.
Rusman.2011.Model-model pembelajaran. Jakarta:  PT Rajagrafindopersada.