MEMAHAMI
E- LEARNING
Paradigma baru yang menjadikan peserta
didik sebagai active learner tersebut saat ini mendapatkan sarana yang sesuai
untuk diimplementasikan pada system pendidikan di Indonesia dengan keberadaan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
(TIK).
TIK mampu berperan dalam menghasilkan berbagai produk bahan belajar yang jauh
lebih menarik untuk dipelajari, memiliki unsur interaktif yang tinggi, dan
mudah dipahami oleh peserta didik. Segala kelebihan tersebut dapat mempercepat
proses belajar mereka. Lebih dari itu TIK juga mampu mengantarkan berbagai
bahan belajar tersebut ke hadapan peserta didik tanpa batasan jarak dan waktu
dengan adanya internet sebagai medianya.
Dengan
adanya TIK maka telah muncul berbagai model pembelajaran baru dalam
dua
dekade terakhir. Contoh model tersebut antara lain:
1.
Computer Based Learning/Training (CBL/ CBT)
Model CBL/CBT berkembang sekitar
pertengahan tahun 1990-an. Saat itu
berbagai
pelatihan atau kelas menyediakan berbagai bahan belajar berupa modul
elektronik
baik berupa perangkat lunak edukasi maupun softcopy dari berbagai
modul
cetak yang sudah ada sebelumnya. Bentuk ini di kemudian hari dikenal
sebagai
e-book dan berkembang semakin pesat berkat adanya format file pdf dari
Adobe.
Pada era tersebut CBL/CBT sendiri
berkembang pada komputer stand-alone dan
belum
terhubung dengan internet. Biasanya pembelajaran dengan model
CBL/CBT
adalah untuk penyiapan tenaga ahli pada suatu bidang yang
memerlukan
pelatihan terlebih dahulu sebelum menempati posisinya. Perangkat
lunak
simulasi membantu peserta didik melakukan simulasi atas pekerjaan yang
hendak
dilakukan. Dengan simulasi maka proses belajar menjadi lebih mudah dan
biaya
pun bisa ditekan lebih murah dibandingkan apabila mereka harus
mempraktekkan
sendiri pada peralatan yang sebenarnya. Modul elektronik
mempermudah
peserta untuk mempelajari secara mandiri materi yang harus
dipelajari
dan tidak memerlukan biaya cetak yang tinggi.
2.
Web-based Learning
Dengan semakin luasnya perkembangan
internet maka perkembangan selanjutnya adalah terjadinya perluasan akses
terhadap bahan-bahan belajar CBL/CBT di atas. Berbagai perangkat lunak edukasi
ataupun softcopy dari modul, diktat, dan berbagai buku elektronik (e-book)
lainnya yang semula didistribusikan dalam bentuk disket atau CD mulai
membanjiri internet. Dengan melakukan upload berbagai referensi dan bahan
belajar di internet berarti membuka akses dari seluruh penjuru dunia terhadap
berbagai bahan belajar tersebut. Para pengguna internet pun bisa mempelajari
apa saja dari berbagai situs web yang tersedia.
Demikian pula para penyelenggara
pendidikan mulai memanfaatkan internet untuk memperluas layanan mereka pada
siapapun yang ingin menjadi peserta didiknya. Berbagai kelas dan pelatihan bisa
diikuti hanya dengan melakukan berbagai download terhadap bahan belajar
elektronik, berdiskusi dengan dosen melalui email atau forum-forum diskusi
online, dan mengikuti ujian secara online di internet. Setelah lulus sang
peserta didik tinggal menunggu ijazah atau sertifikat yang terkirim ke
alamatnya. Model inilah yang dikenal sebagai Web-based learning, sebuah model
pembelajaran jarak jauh (distance learning) yang menggunakan internet sebagai
sarananya.
3.
Mobile Learning
TIK tidak hanya terbatas pada penggunaan
komputer saja. Berbagai model
pembelajaran
yang menggunakan peralatan TIK lainnya seperti misalnya telepon genggam pun
saat ini telah mulai berkembang. Dengan berbagai fitur dan teknologi yang
dimiliki telepon genggam saat ini telah melahirkan sebuah model pembelajaran
baru yang dikenal sebagai mobile learning (m-learning). Aktifitas utama pada
M-learning adalah mendistribusikan bahan belajar kepada peserta didik agar
dapat diakses menggunakan perangkat komunikasi portabel semacam telepon genggam
atau PDA.
Berbagai bentuk model pembelajaran
dengan berbasiskan TIK seperti tersebut di atas itulah yang dikatergorikan
sebagai bagian dari pembelajaran secara elektronik atau lebih dikenal sebagai
e-learning. Tidak mudah untuk mendefinisikan e-learning karena begitu banyaknya
pendapat yang beredar, beberapa di antaranya antara lain adalah:
Allan
J. Henderson (2003) e-learning is learning at a
distance that uses computer technology (usually the Internet).
e-learning enables employees to learn at their work computers
without traveling to a classroom.
e-learning can be a scheduled session with an instructor and
other students, or it
can be an on-demand course that the employee can take for self-directed
learning at a time when it’s convenient.
Badrul Khan (2005) termuat pada Adri (2008)
e-learning can be viewed as an innovative approach for
delivering welldesign,learner-centered, interactive, and facilitated learning
environment to anyone, anyplace, anytime by utilizing the attributes and
resources of various digital technologies along with other form of learning
materials suited for open, flexible and ditributed learning environtment.
Darin E. Hartley (2001) termuat pada Wahono (2003)
e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang
memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media
internet, intranet atau media jaringan komputer lain.
Sering terdapat perdebatan apakah penggunaan istilah e-learning
untuk pembelajaran yang menggunakan TIK justru mengingkari penggunaan huruf e
di depan kata learning tersebut yang berasal dari kata “electronic”. Hal ini
mengingat banyak perangkat elektronik lain yang secara kelompok bukan merupakan
sarana TIK semacam televisi, radio, dan VCD/DVD juga banyak digunakan sebagai
sarana pembelajaran. Dalam opini penulis tanpa menafikan media elektronik
lainnya semacam televisi dan radio, terminologi e-learning bisa dikatakan telah
identik dengan TIK. Sementara pembelajaran dengan menggunakan media semacam
video dan televise lebih sesuai mengacu pada istilah multimedia learning.
Perdebatan lainnya adalah apakah yang disebut sebagai e-learning harus selalu
mengacu pada pembelajaran dengan internet (Nugraha, 2007).
Kategori
e-Learning
A.
Interaksi antara Sistem dan Manusia
Ditinjau dari segi interaksi antara
sistem dengan manusia maka ada tiga kategori
dasar
dari e-learning, yaitu:
Synchronous Learning
Self-directed Learning
Asynchronous (collaborative) Learning
Masing-masing kategori tersebut pada
dasarnya mengacu pada bagaimana perasaan seorang peserta didik pada saat
melakukan proses pembelajaran dengan sistem e-learning. Perasaan tersebut dapat
berupa perasaan terisolasi, atau menjadi bagian dari sebuah kelompok. Apabila
menjadi bagian dari sebuah kelompok bagaimanakah komunikasi dan interaksi yang
terjadi pada kelompok tersebut.
B.
IBM 4-Tier Learning Model
IBM 4-Tier Learning Model adalah sebuah
framework untuk penerapan e-learning di dalam sebuah organisasi. IBM sebagai
salah satu perusahaan terbesar dan tertua pada bidang teknologi informasi
menerapkan framework ini pada sistem pelatihan staf di internal perusahaan.
Gambaran dari 4-Tier Learning Model dapat dilihat pada gambar berikut ini: Pada
dasarnya IBM 4-Tier Model adalah kategorisasi cara belajar yang terdiri dari 4
tingkatan, yaitu:
1.
Learn from information
Pada tier ini seorang peserta didik
belajar secara mandiri (self-directed) menggunakan berbagai bahan belajar yang
sesuai untuk kebutuhannya. Tier ini sesuai untuk proses belajar mengajar yang
peserta didiknya mampu melakukan konstruksi sendiri atas pengetahuan yang
dipelajarinya tanpa bantuan dari sesama peserta didik maupun instruktur.
2.
Learn from interaction
Pada tier ini peserta didik belajar
secara mandiri dari berbagai bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Berbeda dengan tier sebelumnya, pada tier ini peserta didik juga berinteraksi
secara aktif dengan bahan belajar tersebut. Tier ini lebih banyak diterapkan
pada proses pembelajaran yang bersifat simulatif di mana peserta didik dituntut
untuk selalu “berkomunikasi” dengan bahan belajar.
3.
Learn from Collaboration
Pada tier ini peserta didik menggunakan
e-learning secara bersama dan terhubung secara online dengan peserta didik
lainnya serta instruktur via jaringan atau internet. Berbagai media yang bisa
digunakan semacam chat room, email dan
MEMBANGUN E-LEARNING
Menurut
Henderson ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk membangun sebuah sistem e-learning:
1.
Menentukan Tujuan dari Sistem e-learning
Pada tahap ini pengembang sistem harus
menentukan apa yang ingin dicapai dengan adanya e-learning tersebut. Tahap ini
biasanya dengan mudah dilupakan akibat antusiasme berlebihan dari pengembang
sistem e-learning. Pada akhirnya e-learning tersebut tidak akan sesuai dengan
kebutuhan calon pengguna dan tidak memberikan hasil yang diharapkan.
2.
Memulai Sistem dalam Skala Kecil
Beberapa pengembang memilih untuk
memulai sistem e-elarning langsung pada skala besar. Hal ini kurang baik
ditinjau dari segi manajemen resiko karena proyek dalam skala besar juga
memiliki resiko kegagalan yang besar pula. Sebaiknya e-learning dimulai
terlebih dahulu pada sebuah unit yang kecil dan dievaluasi sepenuhnya terlebih
dahulu untuk menjadi model bagi sistem dalam
skala
yang lebih besar.
3.
Mengkomunikasikan dengan Peserta Didik
Menerapkan sebuah sistem baru akan
memberikan tingkat keberhasilan lebih baik apabila sasaran dari sistem tersebut
memahami dengan baik sistem tersebut. Demikian pula dengan e-learning, apabila
peserta didik memahami tentang system yang dibangun dan dikembangkan maka
mereka dapat turut memberikan bantuan untuk mencapai tujuan e-learning
tersebut. Didasari alasan tersebut maka pengembang sistem e-learning seharusnya
selalu mengkomunikasikan sistem yang sedang coba dibangun kepada peserta didik.
4.
Melakukan Evaluasi secara Kontinyu
Evaluasi terhadap sistem dan segenap
aspeknya perlu dilakukan secara terus menerus untuk menjamin keberhasilan
penerapan e-learning. Membandingkan hasil belajar peserta didik dengan
pembelajaran secara konvensional dapat memberikan justifikasi apakah sistem
e-learning yang dikembangkan memenuhi standar keberhasilan proses pembelajaran
atau tidak.
5.
Mengembangkan sistem dalam skala lebih besar
Setelah sistem mencapai keberhasilan
dalam skala kecil maka selanjutnya adalah mengembangkan sistem dalam skala
lebih besar. Menambah jumlah peserta didik, mata pelajaran, model evaluasi dan
berbagai aspek pembelajaran lainnya dapat dilakukan dengan mengacu model dari
skala yang lebih kecil yang telah dikembangkan sebelumnya. Seperti tampak pada
gambar berikut ini:
Memulai
Sistem dari Skala Kecil dan Memperluasnya Secara Bertahap
Download
dan pelajari filenya di :http://www.ziddu.com/download/21158045/widhiartha_elearning.pdf.html
0 komentar:
Posting Komentar