Sabtu, 29 Desember 2012

BLENDED COOPERATIVE E-LEARNING (BCeL)


BLENDED COOPERATIVE E-LEARNING (BCeL) SEBAGAI SARANA
PENDIDIKAN PENUNJANG LEARNING COMMUNITY
Oleh : dyah purwaningsih dan pujianto

Pemanfaatan teknologi komputer di dunia pendidikan seperti e-learning sudah lama membuka kemungkinan terjadinya proses pembelajaran dengan berbagai tipe. Dalam artikel berikut, akan dijelaskan tentang blended e-learning dan cooperative learning berikut pengembangannya sehingga menjadi suatu tipe pembelajaran baru yang lebih efektif, efisien dan menarik bagi siswa. Pendekatan untuk mengkombinasikan kegiatan tatap muka di kelas dengan kegiatan berkelompok selama proses pembelajaran dan penilaian berpasangan dapat disebut sebagai pendekatan blended cooperative e-learning (BCeL). BCeL dapat digunakan sebagai suatu alternatif jenis pembelajaran yang tidak hanya efektif, efisien dan menarik sebagai sarana untuk menunjang learning community bagi siswa, karena dalam BCeL selain terdapat interaksi guru dan interaksi muatan juga terdapat interaksi sosial yang memungkinkan siswa dapat mempersepsikan diri mereka sebagai sebuah komunitas yang saling bergantung secara positif (positive interdependent). Untuk desain dan pengembangan pembelajaran dalam BCeL dapat dilakukan dengan menggunakan model ADDIE (analysis, design, development, implementation, and evaluation) yang dikemukakan Dick, Carey and Carey (2001).

Blended Cooperative e-Learning (BCeL)
Blended e-learning memiliki banyak manfaat dari segi kependidikan baik dari segi waktu, tempat dan juga dari segi. Johnson & Johnson (1998 dan 2002) dalai artikelnya menyatakan beranggapan bahwa pembelajaran yang didukung computer itu semata-mata dapat terjadi bila siswa beralih ke cooperative learning. Pendekatan untuk mengkombinasikan kegiatan tatap muka di kelas dengan kegiatan berkelompok selama proses pembelajaran dan penilaian pasangan dapat disebut sebagai pendekatan blended cooperative e-learning (BCeL). Kerangka teori BCeL ini dibangun berdasarkan pandangan dari beberapa teori yang mengkerangkai cooperative learning. Dalam BCeL dipadukan tiga jenis interaksi yang meliputi interaksi sosial, interaksi muatan, dan interaksi guru (Gambar 1).
Tipe interaksi pertama adalah dengan guru yang menjadi fasilitator active learning dan interaksi tatap muka yang terjadi pada suatu setting sosial. Akan tetapi, gurulah yang merancang dan mengelola urut-urutan pembelajaran dan menyeleksi media yang tepat sebelum berinteraksi dengan siswa. Interaksi kedua adalah dengan muatan. Interaksi ini menjembatani interaksi kognitif dengan konsep-konsep dan keterampilan yang termuat dalam modul pembelajaran. Terakhir, interaksi social dimaksudkan sebagai kemampuan pembelajar (siswa) untuk mempersepsikan diri mereka sebagau sebuah komunitas yang saling bergantung secara positif (positive interdependent, cooperation). Interaksi demikian itu dapat terjadi di keseluruhan proses
pembelajaran karena mereka saling berbagi referensi dan ketika mereka mengerjakan tugas-tugas yang menuntut kerjasama. Sebagaimana diketahui, dimensi interaksi antarmanusia dalam keseluruhan proses pembelajaran sangatlah penting. Makna dan pengertian yang terbangun pada akhirnya akan muncul melalui interaksi (diskursussocial). Makna ini kemudian dibagi di antara anggota-anggota kelompok yang ikut membangun pengetahuan bersama melalui tanggapan antar mereka sendiri. Ini sudah merupakan pencapaian level kognitif yang tinggi (Aviv, 2000)
Gambar 1. Tipe interaksi dalam BCeL
Untuk desain dan pengembangan pembelajaran dalam BCeL dapat dilakukan dengan menggunakan model ADDIE (analysis, design, development, implementation, and evaluation) yang dikemukakan Dick, Carey, and Carey (2001). Model pengajaran ini didasarkan pada pengembangan pembelajaran yang sistematis dan terdiri dari tujuh fase (Gambar 2): analisis, desain, pengembangan, implementasi, pelaksanaan, evaluasi, dan feedback)
1. Analisis: fase ini menentukan apa yang akan diajarkan. Tujuan analisis adalah untuk mendeteksi karakteristik belajar dan kebutuhan siswa, menentukan lingkungan tempat pembelajaran akan dilakukan serta menghitung sumber daya yang tersedia. Karakteristik siswa ditentukan antara lain dengan mengumpulkan informasi demografis dan melakukan test pendahuluan untuk keterampilan memanfaatkan computer. Fase pertama ini akan menghasilkan tujuan pembelajaran bagi setiap modul serta muatan edukatif (pengetahuan dan keterampilan yang akan dipelajari beserta aktivitas yang akan dikembangkan)
2. Perancangan: fase ini menentukan bagaimana akan diajarkan. Yang diperoleh dari analisis pada tahap sebelumnya akan digunakan untuk menciptakan suatu cetak-biru pengajaran, yang didalamnya telah dirinci hal-hal seperti: di mana proses pembelajaran akan dilakukan, pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, struktur informasi dari materi yang akan disampaikan (fakta-fakta, konsep, proses, prosedur, asas), standar yang akan digunakan, criteria pelaksanaan, dan capaian yang diharapkan. Metode pembelajaran, misalnya, dapat dibagi menjadi lima modul yang masing-masing terdiri dari pengetahuan dan keterampilan serta pre-test dan post-test. Dalam tahap perancangan ini, script atau storyboard sudah harus ditentukan. Script atau storyboard ini cukup berupa tampilan demi tampilan deskripsi pada layar yang akan dibaca, didengarkan dan dilihat siswa dengan menggunakan program aplikasi grafis yang dilengkapi dengan tombol-tombol antarmuka dan navigasi untuk supaya interaktif. Multimedia yang digunakan di setiap modul dapat berupa kombinasi teks, suara, gambar sederhana, dan penggalan video. Setiap siswa diharuskan lulus, misalnya 80% untuk setiap modul. Siswa yang gagal diharuskan mendalami dan memperkaya sendiri modul untuk kemudian diberi pertanyaan remedi sampai mereka betul-betul memahami modul.
3. Penyusunan dan pengembanagan: dalam fase ini, kita harus mempersiapkan alat-alat yang digunakan, materi, strategi, urut-urutan, serta segala sumber daya yang telah disebutkan dalam rancangan. Semua itu harus selesai dipersiapkan pada tahap ini.
4. Implementasi: fase ini meliputi penggunaan perangkat lunak untuk proses elearning nantinya. Ada banyak program aplikasi yang dapat diperoleh, baik yang harus mencari maupun memanfaatkan yang sudah ada dalam system operasi yang sudah ter-install di computer. Software semacam “FrontPage” dapat digunakan untuk menampilkan teks, gambar, dan penggalan video. Sementara itu, pre-test dan post-test dapat dibuat menggunakan software (misalnya “AuthorWare”) yang memungkinkan siswa untuk melakukan interaktivitas dan memberikan feedback langsung. Link-link di tempat yang membutuhkan perlu dibuat untuk menjembatani berbagai muatan dalai modul yang saling berkaitan dan saling isi, karena hypertext dan hypermedia yang digunakan untuk link dalam tampilan multimedia akan jauh lebih
membantu dibandingkan dengan format tampilan multimedia yang datardatar saja.
5. Pelaksanaan (uji coba): pada fase ini, modul telah siap digunakan untuk proses pembelajaran. Pembelajaran dalam format elektronik ini terpasang dan disimpan dalam computer siswa di laboratorium multimedia di kampus. Pada pertemuan pertama harus dijelaskan segala sesuatu menyangkut pembelajaran online itu, misalnya: rencana kerja, alokasi waktu untuk mengerjakan setiap modul, deadline untuk mengumpulkan tugas-tugas, dan syarat kelulusan.
6. Evaluasi: masukan informasi yang ada selama proses pelaksanaan itu dikumpulkan, termasuk hasil pre-test dan masalah-masalah dan kesulitan yang timbul selama pelaksanaan.
7. Feedback: hasil yang diperoleh dari pre-test ditambah dengan komentar dan saran dari kolega dan ahli harus dipertimbangkan. Misalnya, saran yang berkaitan dengan seluruh tahapan model pengajaran elektronis (einstructional), kejelasan gambar, video, dan tampilan teks harus diperhatiakan untuk dijadikan bahan penyempurnaan modul sebelum benar-benar diterapkan ke kelompok studi. Hasil-hasil post-test dan pendapat siswa mengenai pelajaran tersebut dianalisis dengan tetap mempertimbangkan korelasinya dengan tujuan pembelajaran untuk melakukan perbaikan modul bila diperlukan. Dalam pengertian demikian, maka feedback merupakan
penilaian yang bersifat formatif.
Kesimpulan dari dyah purwaningsih dan pujianto :
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kolaborasi cooperative learning dan e-learning menjadi Blended Cooperative e-Learning (BCeL) dapat digunakan sebagai suatu alternatif jenis pembelajaran yang tidak hanya efektif, efisien dan menarik sarana menunjang learning community bagi siswa, karena dalam BCeL selain terdapat interaksi guru dan interaksi muatan juga terdapat interaksi sosial yang memungkinkan siswa dapat mempersepsikan diri mereka sebagai sebuah komunitas yang saling bergantung secara positif (positive interdependent, cooperation).


0 komentar:

Posting Komentar