AKTIVITAS
BELAJAR OTENTIK
A.
Strategi
Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Otentik
Strategi
pengajaran adalah keseluruhan metode dan prosedur yang menitik beratkan pada
kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam konteks strategi pengajaran tersusun hambatan-hambatan yang dihadapi,
tujuan yang hendak dicapai, materi yang hendak dipelajari, pengalaman.Terdapat
beberapa macam strategi pembelajaran, diantaranya yaitu :
a. Strategi
pembelajaran berpusat pada siswa
Pengajaran
yang berpusat pada siswa adalah proses belajar mengajar berdasarkan kebutuhan
dan minat siswa. Strategi pengajaran yang berpusat pada siswa dirancang untuk
menyediakan sistem belajar yang fleksibel sesuai dengan kehidupan dan gaya
belajar siswa. Lembaga pendidikan dan guru tidak berperan sebagai sentral
melainkan hanya sebagai penunjang.
Berdasarkan
tuntutan-tuntutan dan komponen penting lainnya pada individu siswa diharapkan
mereka mencapai tujuan pengajaran secara efektif. Dalam rangka itu pula,
pelaksanaan pengajaran yang berpusat pada siswa diselenggarakan dalam tiga
sistem organisasi, yakni sistem berbasis institusi, sistem local, dan sistem
belajar jarak jauh.
b. Pengajaran
Berdasarkan Pengalaman
Pengajaran
berdasarkan pengalaman melengkapi siswa dengan suatu alternative pengalaman
belajar dengan menggunakan pendekatan kelas, pengarahan guru misalnya metode
ceramah. Strategi pembelajaran ini menyediakan kesempatan kepada siswa untuk
melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif dengan personalisasi. Rumusan
pengertian tersebut menunjukkan bahwa pengajaran berdasarkan pengalaman memberi
siswa seperangkat/serangkaian situasi-situasi belajar dalam bentuk keterlibatan
pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru. Cara ini mengarahkan kepada
siswa untuk mengeksplorasi yang dialami dan investigasi langsung kedalam suatu
situasi pemecahan masalah/daerah mata pelajaran tertentu.
Tujuan pendidikan yang mendasari
strategi ini adalah :
1. Untuk
menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajar melalui partisipasi belajar
aktif.
2. Untuk
menciptakan interaksi sosial yang positif guna memperbaiki hubungan sosial
dalam kelas.
Sedangkan
aktivitas belajar otentik berarti Brown, Collins, dan Duguid (1989) mendefinisikan kegiatan
otentik merupakan sebagai kegitan yang "koheren, dan bermakna, serta
memiliki tujuan " (hal. 34). Konteks aktivitas otentik adalah
dimana pelaksana (instruktur) tidak hanya melakukan aktivitas di kelas atau di
tempat pelatihan saja. Aktivitas otentik dalam pembelajaran dibangun
dengan menggunakan bahasa sehari-hari, dan situasi sehari-hari. (sumber: http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/182-teori-desain-konstruktivis).
Belajar otentik biasanya berfokus pada
dunia nyata, masalah-masalah yang kompleks dan solusinya, menggunakan latihan role-playing, pembelajaran berbasis
masalah, studi kasus, dan partisipasi dalam komunitas praktek virtual.
Lingkungan belajar dibuat inheren dengan multidisiplin. Lingkungan pembelajaran
tidak dibangun untuk mengajar geometri atau filsafat. Lingkungan pembelajaran
aktivitas otentik menyediakan aplikasi “dunia nyata” atau disiplin, seperti :
manajemen kota, membangun rumah, menerbangkan pesawat, menetapkan anggaran,
memecahkan tindak kejahatan, dan lain sebagainya yang diajarkan dengan
permainan multi disiplin, multi perspektif, alternatif cara kerja, kebiasaan
berfikir, dan kondisi masyarakat. Peserta didik perlu menumbuhkan “kemampuan portable” atau kemampuan yang dapat
dibawa sebagai dasar dalam aktivitas belajar otentik. Kemampuan portable tersebut adalah sebagai berikut
:
a. Penilaian
untuk membedakan informasi yang reliabel dan tidak reliabel.
b. Kesabaran
untuk mengikuti berbagai argumen.
c. Kemampuan
sintesis untuk mengenali pola yang relevan dalam konteks asing.
Fleksibilitas
untuk berkerja melintasi batas-batas disiplin dan budaya untuk menghasilkan
solusi yang inovatif.
B.
Model
pedagogi konstrutivistik dan strategi pembelajaran
Dalam pedagogi konstruktivisme,
siswa diberi kesempatan untuk membangun pengetahuannya, bukan diberi
pengetahuan melalui pembelajaran. Jika dikaitkan dengan pembelajaran jarak jauh
(On Line Learning), perancang
pembelajaran harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasikannya :
-
Siswa diberi kesempatan
untuk melakukan aktivitas seperti menerapkan informasi pada situasi riil,
memfasilitasi penafsiran personal terhadap materi ajar, mendiskusikan topik-topik
dalam kelompok.
-
Untuk mendorong siswa
membangun pengetahuan mereka sendiri, guru harus memberikan pembelajaran online
yang interaktif. Siswa harus mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi
dengan siswa lain.
-
Sebaiknya digunakan
strategi pembelajaran kolaboratif. Bekerja dengan siswa lain memberikan siswa
pengalaman riil dan memperbaiki keterampilan meta kognitif mereka.
-
Siswa sebaiknya diberi
waktu untuk merefleksikan materi ajar. Pertanyaan pada materi ajar dapat
digunakan untuk meningkatkan refleksi. Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan
ilustratif dengan cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Di samping
itu, aktivitas sebaiknya mendorong siswa menerapkan materi ajar.
-
Ketika belajar
memfokuskan pada pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru, e learning disarankan memberikan
aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks,
penilaian kinerja untuk mengataasi masalah (makalah Analisis Teori Belajar
Dalam PJJ).
Menurut
pendapat kami, model-model yang termasuk dalam model pedagogi konstruktivisme
diantaranya :
-
Model pembelajaran
mandiri
Dalam belajar mandiri,
peserta didik dapat mempelajari pokok materi tertentu dengan membaca modul atau
mengakses program e learning tanpa
bantuan atau dengan bantuan terbatas dari oranglain. Di samping itu, peserta
didik mempunyai otonomi dalam belajar, yakni peserta didik mempunyai kesempatan
untuk ikut menentukan tujuan pembelajaran, bahan belajar, cara belajar, dan
dapat ikut menentukan cara evaluasinya.
Dalam pembelajaran
mandiri terdapat 2 model beserta strateginya, yakni (Rusman:2011) :
1. Model
SAVI
Dave Meier menyajikan
suatu system lengkap untuk melibatkan kelima indera dan emosi dalam proses
belajar yang merupakan cara belajar secara alami yang dikenal dengan model S A
V I, yaitu Somatic, Auditory, Visual,
Intelectual. Somatis, belajar dengan bergerak dan berbuat. Auditori,
belajar dengan berbicara dan mendengar. Visual, belajar dengan mengamati dan
menggambarkan. Intelektual, belajar dengan memecahkan masalah dan menerangkan.
Strategi pendekatan
model S A V I ini dilaksanakan dalam 4 tahap.
o Persiapan.
Tujuan tahap persiapan adalah menimbulkan minat para pembelajar, memberi mereka
perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan dataang, dan menempatkan
mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
o Penyampaian.
Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar menemukan materi belajar yang baru
dengan cara yang menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan panca indera, dan
cocok untuk semua gaya belajar.
o Pelatihan.
Tujuan tahap ini adalah membantu pembelajar mengintegrasikan dan
menyerappengetahuan dan ketrampilan baru denganberbagai cara.
o Penampilan
hasil. Tujuannya adalah membantu pembelajar menerapkan dan memperluas
pengetahuan atau ketrampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga hasil belajar
akan melekat dan terus meningkat.
2. Model
M A S T E R
Rose dan Nicholl
memperkenalkan satu model belajar yang dikenal dengan M A S T E R, yaitu para pembelajar mulai menyadari bahwa belajar
bukan suatu yang dilakukan untuk pembelajar – hanya pembelajaran yang dapat melakukan.
Model ini meliputi : Mind, artinya
mendapatkan keadaan pikiran yang benar dengan menjelaskan kepada pembelajar
tentang kerja otak dan gaya belajar dengan melihat relevansi, memvisualisasikan
hasil yang bermutu, memberi peserta didik control diri, menciptakan moto kelas,
dan melibatkan orang tua. Acquire, artinya
memperoleh informasi yang terdiri dari gagasan inti . Search out, mencari makna melalui pembimbing merek, membantu dan
melibatkan kecerdasan kinestetik dengan cara imajinasi terbimbing,pertanyaan
menantang, dan belajar intrapersonal.
Trigger, artinya memicu memori.
Exhibit, memamerkan apa yang diketahui melalui teknik tantangan persaingan,
penilaian personal, catatan prestasi, dan nilai. Reflect, artinya merefleksikan cara belajar.
Berpijak pada
kondisi-kondisi faktual di atas, untuk memulai suatu jalan menuju masyarakat
pembelajaran yang ideal untuk abad 21 harus mencakup : (1) komitmen pada
belajar, bagaimana belajar, dan menjadi analisis kreatif dan kritis, (2)
memberikan perhatian pada pendidikan prasekolah, (3) kekuatan orangtua, (4)
menggunakan teknologi, (5) memperbaiki kondisi pengajar, (6) sekolah berbasis
otak, (7) melibatkan masyarakat, (8) modernisasi kurikulum, (9) merubah sistem
ujian.
-
Model pembelajaran
kontekstual
Pembelajaran
kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan
diri, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan
mengaitkannya dengan dunia nyata (Rusman:2011).
Adapun
langkah-langkah proses pembelajaran kontekstual meliputi :
o Mengembangkan
pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna dengan
pengetahuannya sendiri.
o Melaksanakan
sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk
semua topic yang diajarkan
o Mengembangkan
sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.
o Menciptakan
masyarakat belajar, seperti diskusi, Tanya jawab, dll.
o Menghadirkan
model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model, bahkan media
yang sebenarnya
o Membiasakan
anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
o Melakukan
penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap
siswa.
-
Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM)
Menurut
Tan (2003), yang ditulis dalam buku “Model-Model Pembelajaran” oleh Rusman
(2011), mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi dalam
pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, manguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan. PBM merupakan penggunaan berbagai macam
kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia
nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas
yang ada.
Dari
segi pedagogis, PBM didasarkan pada teori belajar konstruktivisme dengan ciri-ciri
:
o Pemahaman
diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar
o Pergulatan
dengan masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif yang menstimulasi
belajar
o Pengetahuan
terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan evaluasi terhadap
keberadaan sebuah sudut pandang.
C.
Strategi
Pembelajaran Aktivitas Belajar Otentik
Untuk pendidik dan desainer
pembelajaran, terdapat esensi dari aktivitas belajar otentik dapat digunakan
sebagai acuan, ke-10 esensi dalam aktivitas belajar otentik, yaitu (Marilyn M.
Lombardi, 2007: hal.3) :
1. Real-world Relevance. Aktivitas
otentik dibuat sedekat mungkin sesuai dengan tugas profesional di dunia nyata.
Pembelajaran meningkat mendekati kenyataan, dengan meminta peserta didik untuk
bekerja secara aktif dengan konsep-konsep abstrak, mempelajari fakta, dan
kemudian mempelajari kondisi budaya sosial dari berbagai disiplin.
2. Ill-defined Problem. Tantangan
tidak boleh dibuat untuk mudah dipecahkan. Aktivitas belajar otentik relatif
terdiri dari tugas-tugas kompleks yang harus diselesaikan dan terbuka untuk
beberapa interpretasi, yang meminta peserta didik untuk mengidentifikasi
sendiri sub-sub tugas untuk dapat mengerjakan tugas utama.
3. Sustained
Investigation. Permasalahan tidak dapat
diselesaikan hanya dalam hitungan menit atau jam. Sebaliknya, kegiatan-kegiatan
otentik teridiri dari masalah kompleks yang harus diinvestigasi oleh peserta
didik dalam jangka waktu yang berkelanjutan. Masalah-masalah yang ada pada
aktivitas belajar otentik, memerlukan tingkat pemikiran dan alokasi waktu yang
berkelanjutan.
4. Multiple Source and
Perspective. Dalam aktivitas belajar otentik, peserta
didik tidak diberi daftar sumber belajar. Aktivitas belajar otentik memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk mencari referensi teori, perspektif
praktek, dari berbagai sumber, dan melatih peserta didik agar dapat membedakan
mana informasi yang relevan dan sebaliknya.
5. Collaboration. Tingkat
kesuksesan tidak hanya dinilai dari kinerja individual peserta didik. Kegiatan
belajar otentik membuat kolaborasi integral antara pembelajaran di kelas dengan
praktiknya di dunia nyata.
6. Reflection
(metacognition). Kegiatan belajar otentik memungkinkan
peserta didik untuk memilih dan merefleksikan materi yang dipelajari, baik
secara individual atau kelompok.
7. Interdiciplinary
Prespective. Relevansi tidak hanya terbatas pada satu
domain atau satu mata pelajaran saja. Sebaliknya, kegiatan belajar otentik
memiliki konsekuensi untuk memperluas pembelajaran melampaui disiplin tertentu,
mendorong peserta didik untuk mengadopsi peran yang beragam dari berbagai
disiplin.
8. Integrated Assessment. Pada
aktivitas belajar otentik, penilaian tidak hanya sebatas penilaian sumatif,
tetapi tugas utama penilaian adalah mampu merefleksikan proses penilaian di
dunia nyata.
9. Polished Product. Kesimpulan
tidak hanya berupa latihan dan urut-urutan persiapan untuk membuat sesuatu.
Kegiatan otentik berujung pada penciptaan produk secara keseluruhan yang
memiliki nilai didalamnya.
10. Multiple Interpretation
and outcomes. Daripada menghasilkan satu jawaban
benar, yang diperoleh dari penerapan prinsip dan prosedur, kegiatan belajar
otentik memungkinkan beragam interpretasi dan solusi.
Perguruan tinggi di berbagai daerah di
dunia mulai beralih ke pembelajaran otentik dan menempatkan kembali fokus pada
peserta didik dalam rangka memperbaiki cara peserta didik menyerap menyimpan,
dan mentransfer pengetahuan. Berikut beberapa contoh penerapan aktivitas belajar otentik :
Pembelajaran Berbasis
Simulasi. Mekong e-Sim adalah sebuah lingkungan
belajar online yang menggunakan simulasi dan role-playing untuk mengajak siswa
dalam pengambilan keputusan otentik yang kompleks, mengembangkan komunikasi,
dan keterampilan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk menjadi praktisi yang
sukses di bidangnya. Sumber: http://www.educause.edu/ir/library/pdf/ELI5014.pdf
Media Buatan Peserta
Didik. Mahasiswa di Universitas Columbia,
menciptakan rekonstruksi virtual 3D pasar Athena kuno yang dikenal sebagai
‘agora’ dan diminta untuk menjelaskan desain replika yang mereka buat. Mereka
membuat rekonsruksi lingkungan berdasarkan data forensik, foto, serta citra
satelit, topografi peta, dan pengukuran struktur, yang kemudian dibantu dengan
editor Ancient Spaces 3D, untuk membuat desain rekonstruksi dari sumber-sumber
tersebut.
Evaluasi Berbasis Teman
Sebaya. Calibrated Peer Review (CPR) adalah
program berbasis web gratis yang memungkinkan pendidik/instruktur menggabungkan
tugas menulis kedalam program mereka, terlepas dari ukuran kelas, dan tanpa
meningkatkan beban penialaian mereka. Siswa dilatih menjadi pengulas yang
kompeten, kemudian diberi tanggungjawab untuk mendapatkan feedback dari teman
mereka. CPR mengelola peer-review
secara keseluruhan, termasuk
pembuatan tugas, penyerahan kertas elektronik, pelatihan siswa dalam meninjau,
analisis masukan, dan laporan kinerja persiapan—akhir.
Bekerja dengan Instrumen Jarak Jauh. Melalui antar muka website MIT
memungkinkan peserta didik di seluruh dunia untuk melakukan eksperimen dengan
instrumen yang terletak di kampus MIT. Agen perangkat lunak mengawasi
penggunaan instrumen, menetapkan
prioritas untuk eksperimen individu. Dengan adanya instrumen tersebut,
peserta didik dapat mengakses peralatan mahal atau instrumen langka, yang
mungkin tidak didapatkan lewat pembelajaran di kelas. Sumber: http://www.educause.edu/ir/library/pdf/ELI7013.pdf
D.
Peran
Strategi Pembelajaran dan Aktivitas Belajar Otentik dalam Online Learning
E-learning menurut
ASTD (American Society for Training & Development) adalah serangkaian luas
aplikasi dan proses, misalnya web-based learning, computer-based learning,
virtual classroom, dan digital collaboration. (Robbin & Frank, 2010:xii). E learning memiliki manfaat yang cukup
besar terutama ketika dikaitkan dengan jarak dan keterbatasan waktu dalam
belajar, belajar dapat dilakukan melalui web. PBM dapat memanfaatkan fasilitas e learning secara kolaboratif dalam
proses pemecahan masalah. Dengan memanfaatkan masalah sebagai pemicu untuk
belajar dan interaktif, potensi teknologi mungkin dapat digunakan secara penuh,
namun pada sisi tertentu e learning tetap
memiliki keterbatasan. Beberapa landasan prinsip penggunaan PBM dengan e
learning adalah : (1) menggunakan kekuatan masalah yangriil untuk
membangkitkan motivasi, (2) mengkondisikan lingkungan kaitannya dengan
informasi global, (3) mendorong proses pemanfaatan dan pengembangan belajar e learning, (4) menekankan pada
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan daripada bahan belajar, (5)
menyediakan sistem dalam kolaborasi, (6) optimis dalam menggunakan struktur
yang fleksibel, (7) mengembangkan evaluasi dan kritik terhadap sumber
informasi.
Belajar Otentik
Menurut J. Herrington, dkk. Dalam
buku Designing authentic activities for Web-based courses
(Marilyn M. Lombardi, 2007), secara signifikan peneliti di bidang pendidikan
menyimpulkan bahwa “nilai pembelajaran otentik tidak dibatasi untuk belajar
dalam kehidupan dalam lokasi dan praktek yang nyata, akan tetapi pembelajaran
otentik dapat diwujudkan melalui desain yang cermat dalam pembelajaran berbasis
lingkungan web”. Saat ini, lingkungan berbasis web memberikan akses kepada
peserta didik untuk mendapatkan berbagai sumber profesional. Pendidik dapat menggunakan Web-based
alat komunikasi untuk membantu siswa berkolaborasi dengan satu sama lain,
berbagi dan membangun pengetahuan.
Terdapat
beberapa faktor yang mendukung terciptanya pembelajaran otentik agar menjadi
pembelajaran yang efektif, yaitu :
a) Learners
look for connections. Mengasimilasikan pengetahuan baru kedalam struktur skema pengetahuan
yang telah dimiliki peserta didik.
b) Long-lived
attachments come with practice. Konsep perlu “ditayangkan” berulang kali secara teratur, dikaitkan
dengan informasi baru agar konsep yang terbentuk tidak hilang.
c) New
contexts need to be explored. Konsep yang dipelajari selalu menjadi bagian yang lebih besar dari
“kegiatan pembelajaran” yang langsung terkait dalam pikiran peserta didik
dengan setting, kegiatan, dan lingkungan sosial.
Penilaian
Otentik
Penilaian otentik mengajak peserta
didik untuk menggunakan pengetahuan akademik kedalam konteks dunia nyata untuk
tujuan yang bermakna. Ketika peserta didik melakukan tugas dalam penilaian
otentik, mereka menghadapi tantangan-tantangan yang lazim menyertai setiap
usaha untuk mencapai hasil yang berarti dalam konteks pekerjaan atau
masyarakat. Penilaian otentik meningkatkan pembelajaran dalam banyak hal.
Pengujian standar bersifat eksklusif dan sempit, sementara penilaian otentik
yang bersifat inklusif memberikan keuntungan kepada siswa dengan memungkinkan
(Newmann & Wehlage dalam Contextual Teaching & Learning: 289) :
a) Mengungkapkan secara total seberapa
baik pemahaman materi akademik mereka.
b) Mengungkapkan dan memperkuat
penguasaan kompetensi mereka seperti mengumpulkan informasi, menggunakan sumber
daya, menangani teknologi, dan berpikir secara sistematis.
c) Menghubungkan pembelajaran dengan
pengalaman mereka sendiri, dunia mereka, dan masyarakat luas.
d) Mempertajam keahlian berpikir dalam
tingkatan yang lebih tinggi saat mereka menganalisis, memadukan, mengidentifikasi
masalah, menciptakan solusi, dan mengikuti hubungan sebab akibat.
e) Menerima tanggung jawab dan membuat
pilihan.
f) Berhubungan dan bekerja sama dengan
orang lain dalam mengerjakan tugas.
g) Belajar mengevaluasi tingkat
prestasi sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Aktivitas belajar
otentik berfokus pada dunia nyata, masalah-masalah yang kompleks dan solusinya.Lingkungan
pembelajaran aktivitas otentik menyediakan aplikasi “dunia nyata” atau disiplin.
Adapun
yang termasuk dalam model pedagogi konstruktivisme yaitu model pembelajaran
mandiri, model pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran berbasis
masalah. Strategi dalam model pembelajaran mandiri yakni dengan model SAVI dan
model MASTER. Kedua model tersebut lebih menekankan pada komitmen belajar,
penggunaan teknologi, dan pelibatan masyarakat.Pembelajaran kontekstual adalah
usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa
berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia
nyata. Sedangkan pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai
macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan
dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada.
Penerapan
aktivitas belajar otentik diantaranya
pembelajaran berbasis simulasi, media buatan peserta didik, evaluasi berbasis
teman sebaya, dan bekerja
dengan instrumen jarak jauh.
Saran
Saran yang bisa kami berikan ialah
semoga seluruh guru/pendidik yang ada di Indonesia bisa menerapkan strategi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan berdasarkan pengalaman. Sehingga
siswa memiliki rasa percaya diri dan dapat menciptakan interaksi sosial yang
positif.
Kemudian juga seluruh pihak yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan dapat mengembangkan seluas-luasnya
teori-teori pendidikan yang sudah ada. Sehingga semakin maju pendidikan kita
dan berwawasan luas.
DAFTAR PUSTAKA
Arshy,dkk.2012.”Analisis teoribelajardalampembelajaranjarakjauh
(e-learning). Yogyakarta
Johnson,
Elaine B. 2007. Contextual Teaching &
Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikan dan Bermakna. Bandung:
Penerbit MLC.
http://learnatics.sydneyinstitute.wikispaces.net/file/view/Reeves.pdf
diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 15:08
http://net.educause.edu/ir/library/pdf/eli3009.pdf diakses pada 20 Oktober 2012 pukul 15:18
Manson,
Robin & Frank Rennie. 2010. Elearning
Panduan Lengkap Memahami Dunia Digital dan Internet. Yogyakarta : Penerbit
BACA!.
Rusman.2011.Model-model pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindopersada.
http://tarbiyahiainib.ac.id/dosen/artikel-dosen/182-teori-desain-konstruktivis
diakses pada 19 Oktober 2012 pukul 12.06
0 komentar:
Posting Komentar