Elemen
Difusi Inovasi
Menurut Rogers (Ibrahim, 1988:60 ) terdapat 4 elemen pokok
difusi inovasi, yaitu :
1.
Inovasi
Suatu ide, barang, kejadian, metode, yang diamati sebagai
sesuatu yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang, baik berupa hasil
discovery maupun invensi diadakan guna mencapai tujuan. Sesuatu yang baru,
kata Baru disini mengandung ketidaktentuan (uncertainty), artinya sesuatu yang mengandung berbagai alternatif
kemungkinan, sesuatu yang tidak tentu, bagi seseorang yang mengamati, baik
mengenai arti, bentuk, manfaat, dan sebagainya.
Dengan adanya informasi, maka akan mengurangi ketidaktentuan
tersebut, karena dengan informasi itu berarti memperjelas arah pada satu
alternatif tertentu. Contoh : inovasi KB, maka orang yang mengamati KB sebagai
sesuatu yang baru, berarti KB bagi orang itu masih serba tidaktentu. Dengan
memperoleh informasi tentang KB, maka informasi tersebut mengurangi
ketidaktentuan bagi orang tersebut. Sehingga, orang tersebut makin mempunyai
kepastian tentang KB.
Suatu inovasi dalam proses difusi terbuka kemungkinan
terjadinya perubahan (re-invention)
atau modifikasi, dan para penerima inovasi bukan berperan secara pasif hanya
sekedar menerima apa yang diberikan. Komunikasi merupakan salah satu elemen
yang tidak dapat ditinggalkan dalam proses difusi inovasi.
2.
Komunikasi
dengan saluran tertentu
Komunikasi disini diartikan sebagai proses pertukaran
informasi antar warga masyarakat, sehingga terjadi saling pengertian satu sama
lain. Komunikasi dengan tipe khusus yaitu difusi, yang menggunakan sesuatu hal
baru (inovasi) sebagai bahan informasi. Kegiatan komunikasi dalam proses difusi
mencangkup : a) suatu inovasi; b) individu atau kelompok yang telah mengetahui
dna berpengalaman dengan inovasi; c) individu atau kelompok yang belum mengenal
inovasi; d) saluran komunikasi yang menggabungkan antara kedua belah pihak
tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah
upaya mempertukarkan ide baru (inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang
telah mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit lain
yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential adopter) melalui saluran
komunikasi tertentu.
Saluran komunikasi sebagai media/alat untuk menyampaikan
pesan dari satu orang ke orang lain. Diperlukan ketepatan dalam pemilihan atau
penggunaanya, sehingga proses komunikasi menjadi efektif. kondisi kedua belah
pihak yang berkomunikasi akan mempengaruhi pemilihan dan penggunaan saluran
komunikasi. Contoh : saluran media massa seperti televise, radio, surat kabar,
dan sebagainya tepat digunakan untuk menyampaikan informasi dari seseorang
kepada sekelompok orang tertentu. Sedangkan saluran interpersonal (antar
individu), lebih efektif untuk mempengaruhi seseorang, sahabat, keluarga agar
menerima inovasi. Saluran interpersonal dapat pula dipakai dalam sebuah
kelompok.
Komunikasi interpersonal dengan prinsip homophily (kesamaan)
yaitu kesamaan (asal daerah, bahasa, kepercayaan, dsb) antar orang yang berkomunikasi,
akan lebih efektif untuk membujuk atau mempengaruhi seseorang untuk menerima
sebuah inovasi. Karena berdasarkan hasil kajian dalam proses difusi banyak
orang yang tidak menilai inovasi secara obyektif berdasarkan kajian ilmiah,
tetapi mereka menilai secara subjective berdasarkan informasi yang diperoleh
dari kawanya yang terlebih dahulu mengetahui dan menerima inovasi. Pada
kenyataanya dalam proses difusi justru keadaanya berlawanan (heterophily). Perlawanan-perlawanan
antar individu tersebut dapat diatasi jika ada emphaty yaitu kemampuan
seseorang untuk memproyeksikan dirinya (mengandaikan dirinya) sama dengan orang
lain.
3.
Waktu
Waktu merupakan elemen terpenting dalam proses difusi,
karena waktu adalah aspek utama dalam komunikasi. Waktu merupakan aspek dari
Setiap kegiatan yang dilakukan. Peranan dimensi waktu dalam proses difusi yaitu
:
a.
Proses
keputusan inovasi
Ialah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertama kali
sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi. Terdapat 5 langkah
dalam proses keputusan inovasi, yaitu : i) pengetahuan tentang inovasi; ii)
bujukan atau himbauan; iii) penetapan atau keputusan; iv) penerapan
(implementasi); v) konfirmasi (confirmation). Dimana peranan elemen waktu
tampak dengan adanya urutan waktu pelaksanaan dari ke 5 tahap diatas. Periode
waktu keputusan inovasi ialah lamanya waktu yang digunakan selama proses
keputusan inovasi berlangsung, melalui 5 tahap diatas. Namun, ke- 5 tahap
tersebut tidak semunya terlalui, karena mungkin terjadi perkecualian. Contoh,
seseorang memutuskan menerima inovasi tanpa melalui tahap himbauan.
b.
Kepekaan
seseorang terhadap inovasi
Tidak semua orang dalam suatu sistem sosial (masyarakat)
menerima inovasi dalam waktu yang sama. Mereka menerima inovasi dalam urutan waktu,
artinya ada yang dahulu ada yang kemudian. Yang menerima inovasi lebih dahulu
secara relative lebih peka terhadap inovasi daripada yang menerima inovasi
lebih akhir.
Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi atau terdahulunya dan
terlambatnya menerima inovasi, dapat dikategorikan menjadi 5 macam kategori
penerima inovasi dalam suatu sistem sosial tertentu yaitu : (a) inovator, (b)
pemula, (c) mayoritas awal, (d) mayoritas akhir, dan (e) terlambat
(tertinggal).
Lima kategori penerima inovasi tersebut merupakan bentuk ideal, berdasarkan observasi dari
kenyataan dan didesain sebagai bahan perbandingan antar warga masyarakat
(anggota sistem sosial). Fungsi dari bentuk ideal tersebut sebagai petunjuk
perencanaan kegiatan penelitian serta dapat juga dipakai sebagai bahan kerangka
acuan analisa hasil penelitian.
c.
Kecepatan
penerimaan inovasi
Kecepatan penerimaan inovasi ialah kecepatan relative
diterimanya inovasi oleh warga masyarakat (anggota sistem sosial). Apabila
sejumlah warga masyarakat menerima suatu inovasi, dan dibuat diagram frekuensi
kumulatif berdasarkan waktu, maka hasilnya akan berupa kurva yang berbentuk – S
( bentuk kurva dapat dilihat dalam Ibrahim, 1988: 65)
Bagan tersebut
menunjukkan bahwa pada mulanya hanya beberapa orang yang menerima inovasi dalam
tiap periode waktu tertentu (misalnya tahun atau bulan), mereka itu adalah
innovator. Kemudian tampak kurve difusi segera mulai menanjak, makin lama makin
banyak orang yang menerima inovasi. Kemudian kecepatan penerimaan inovasi
mendatar, menggambarkan makin lama makin sedikit yang tinggal dan proses difusi
selesai, artinya semua warga masyarakat telah menerima inovasi.
Kecepatan inovasi biasanya diukur berdasarkan lamanya waktu
yang diperlukan untuk mencapai prosentase tertentu dari jumlah warga masyarakat
yang telah menerima inovasi. Oleh karena itu pengukuran kecepatan inovasi
cenderung diukur dengan berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh
keseluruhan warga masyarakat, bukan penerimaan inovasi secara individual.
Pertanyaan yang perlu dipikirkan ialah mengapa terjadi perbedaan kecepatan
penerimaan inovasi dalam proses difusi inovasi. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, lihat kembali karakteristik dan atribut inovasi. Tetapi perbedaan
kecepatan penerimaan inovasi juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan kondisi
sistem sosial tertentu.
4.
Sistem
Sosial
System social adalah hubungan (interaksi) anatr individu
atau unit dengan bekerja sama untuk memecahkan masalah guna mencapai tujuan.
anggota system social dapat individu, organisasi, kelompok, dan sub system
lainya yang saling pengertian dan memberi hubungan timbale balik. Misalnya :
petani di desa, para dosen dan karyawan di perguruan tinggi, dan sebagainya.
Individu akan terpengaruh oleh system social dalam menghadapi sebuah difusi
inovasi.
Roger (dalam jurnal
Dina H.D) menyebutkan bahwa sesuatu itu disebut inovasi apabila menguntungkan,
sesuai dengan nilai-nilai, tingkat kerumitan yang dapat ditoleransi, dapat
diujicobakan, dan hasilnya dapat di amati. Pengaruh system social terhadap
difusi inovasi dijelaskan lebih lanjut pada point selanjutnya.
Pengaruh
Sistem Sosial Terhadap Difusi Inovasi
Hal-hal yang berkaitan antara system social dan pengaruhnya
terhadap proses difusi inovasi, akan dibahas mengenai bentuk system social
dalam mempengaruhi difusi, pengaruh norma dalam difusi, pengaruh pimpinan
(pemuka) pendapat dan agen pembaharu, tipe keputusan inovasi, dan konsekuensi
inovasi. Hal-hal tersebuut berperan
dalam hubungan antara system social dengan proses difusi inovasi yang terjadi
dalam system social. Berikut sedikit ulasan mengenai hal-hal tersebut (Ibrahim,1988:67):
Struktur social
dan difusi
Struktur sosial dalam hal ini diartikan sebagai pedoman peraturan unit dalam suatu
sistem. Dengan adanya struktur ini maka dapat meninmbulkan ketertiban dan
kestabilan tingkah laku individu dalam sistem sosial, dan juga memberikan
kemungkinan tiap individu untuk merencanakan atau meramalkan tingkah laku yang
akan dilakukannya sepanjang tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.
Struktur sosial bukan hanya berlaku
dalam organisasi formal
tetapi juga dalam struktur informal, yaitu
hubungan antar sesame warga masyarakat atau antar anggota sistem sosial secara
informal, dengan cirri utama adanya kejelasan siapa berhubungan dengan siapa
dan dalam situasi yang bagaimana.
Struktur sistem sosial dapat
memperlancar atau menghambat proses difusi inovasi dalam suatu sistem, karena struktur
sosial sangat berpengaruh terhadap proses komunikasi. Hal ini sangat menarik
perhatian para ahli sosiologi dan psikologi sosial, karena tidak mungkin akan
mempelajari difusi tanpa mengetahui struktur sosial yang ditempati para
penerima inovasi.
Norma system
social dan difusi
Norma yang berlaku pada suatu
sistem sosial berpengaruh terhadap kecepatan penerimaan inovasi. Norma yang berlaku pada suatu
sistem sosial merupakan pedoman tingkah laku anggota sistem sosial yang
ditaati. Norma menjelaskan tentang perbuatan apa yang diperbolehkan serta
memberikan petunjuk tentang standard perbuatan para anggota sistem sosial. Oleh
karena itu suatu inovasi yang tidak sesuai dengan norma yang ada pada suatu
sistem sosial akan terhambat pelaksanaan proses difusinya.
Pemuka pendapat dan
agen pembaharu
Dua peranan orang yang mempunyai peranan penting dalam
proses inovasi yaitu pemuka pendapat dan agen pembaharu.
Pemuka pendapat ialah orang yang mampu mempengaruhi
orang-orang lain agar mengubah sikap atau tingkah lakunya secara informal, ke
arah sesuatu perubahan yang dikehendaki. Pemuka pendapat merupakan pimpinan
informal, yang tidak tentu memiliki status formal sebagai pemimpin dalam
masyarakat. Banyak penelitian menunjukkan bahwa jika sistem sosial akan
mengadakan perubahan, maka pemuka pendapat sangat inovatif, tetapi jika norma
tidak mau menerima perubahan, maka tingkah laku pemuka pendapat juga
menggambarkan norma tersebut. Dengan kata lain pemuka pendapat merupakan contoh
dan perwujudan dari struktur sosial.
Dalam beberapa ssitem sosial, ternyata pemuka pendapat dapat
berperan kedua-duanya, mungkin dai sebagai pemuka inovasi, tetapi mungkin juga
dia sebagai pemimpin yang menentang inovasi. Pengaruh pemuka pendapat ini dapat
memperlancar difusi inovasi atau sebagai penghambat difusi inovasi. Jika
dibandingkan dengan warga masyarakat bisa pemuka pendapat ini secra umum
memiliki sifat-sifat yang berbeda, anatra lain :lebih terbuka terhadap segala
macam bentuk komunikasi dengan dunia luar, lebih bersifat kosmopolit (semua
manusia adalah saudara), dan memiliki status yang lebih tinggi, lebih inovatif
(tetapi tergantung kesesuaian dengan norma). Peranan yang sangat penting dari
pemuka pendapat ialah menjadi pusat komunikasi (hubungan interpersonal) dalam
jaringan komunikasi dalam sistem sosial.
Agen pembaharu adalah seorang professional yang bertugas
untuk mempengaruhi klien (sasaran inovasi), untuk mengambil keputusan mengikuti
inovasi, sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh lembaga atau organisasi
tempat agen pembaharu itu bekerja. Agen pembaharu selalu berusaha agar terjadi
proses difusi inovasi, tetapi justru biasanya proses difusi kurang lancer
karena ia orang yang datang dari luar sistem sosial (heterophil). Untuk
melancarkan proses difusi biasanya agen pembaharu menggunakan pemuka pendapat
untuk kampanye penyebaran inovasi. Demikian pula sering terjadi yang menjadi
agen pembaharu seorang sarjana yang memang ahli sesuai dengan ide baru atau
inovasi yang akan disebarluaskan, tetapi dengan timbul hambatan dalam tugasnya
melaksanakan difusi inovasi, yaitu tidak dapat dekat dengan warga masyarakat.
Untuk mengatasi itu biasanya digunakan tenaga pembantu yang tentu saja kualitas
profesionalnya kurang daripada agen pembaharu tetapi lebih erat dengan anggota
sistem sosial yang menjadi sasaran inovasi. Pembantu agen pembaharu dipilihkan
orang yang lebih homphily, sehingga dapat mengurangi kesenjangan heterophily,
yang terjadi antara agen pembaharu dengan klien.
Tipe keputusan
inovasi
Inovasi diterima tidaknya diputuskan berdasarkan keputusan bersama
atau tanpa paksaan. Tipe keputusan inovasi dapat dibedakan menjadi :
a.
Keputusan
inovasi opsional, yaitu keputusan diterima tidaknya inovasi ditentukan oleh
individu secara mandiri tanpa pengaruh anggota system social. Meskipun seorang
individu mengambil keputusan berdasarkan norma system social atau hasil
komunikasi interpersonal dengan anggota system social.
b.
Keputusan
inovasi kolektif, yaitu keputusan diterima tidaknya inovasi berdasarkan
keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatanantar anggota
system social.
c.
Keputusan
inovasi otoritas, yaitu keputusan diterima tidaknya inovasi berdasarkan
keputusan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang berkedudukan, status, wewenang atau
kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu system
social.
Ketiga
tipe keputusan tersebut merupakan rentangan (continuum) dari keputusan
opsional, dilanjutkan keputusan kolektif, dan yang terakhir keputusan otoritas.
Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarkan suatu inovasi dapat berubah
dalam waktu tertentu.
d.
Keputusan
inovasi kontingen (contingent), yaitu pemilihan diterima tidaknya suatu
inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang
mendahuluinya. Cirri pokok keputusan ini ialah digunakanya dua atau lebih
keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inovasi, terserah
yang mana yang akan digunakan bisa keputusan opsional, kolektif atau otoritas.
Konsekuensi
Inovasi
System social berpengaruh secara langsung maupun tidak
langsung (keputusan opsional) dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Konsekuensi
inovasi ialah perubahan yang terjadi dalam system social sebagai hasil dari
penerimaan atau penolakan dari suatu inovasi.
Klasifikasi konsekuensi inovasi, meliputi :
a.
Konsekuensi
yang bermanfaat dengan yang tidak bermanfaat, tergantung dari hasil inovasi di
dalam system social itu fungsional atau tidak fungsional.
b.
Konsekuensi
langsung dengan tidak langsung, tergantung dari perubahan yang terjadi pada
individu atau system social berupa
respon yang pertama terjadi pada inovasi, atau respon kedua setelah adanya
konsekuensi langsung.
c.
Konsekuensi
yang diharapkan dengan yang tidak diharapkan, tergantung dari bagaimana
perubahan itu, diketahui dan direncanakan oleh anggota system social, atau
tidak.
Ketika klasifikasi konsekuensi tersebut biasanya berlangsung
secara bersamaan. Dan untuk menentukan sebuah konsekuensi bermanfaat atau tidak
cukup sulit, karena biasanya dapat terjadi suatu inovasi bermanfaat bagi system
social, tapi tidak untuk anggota system social tertentu.
Contoh dari proses inovasi dan difusi serta konsekuensinya
lebih jelas terdapat dibuku Ibrahim (1988:74-77) , salah satunya yaitu tentang
usaha perbaikan pendidikan di Indonesia
yang disebut hari Krida. Dimana kegiatan tersebut dilakukan Setiap hari sabtu,
siswa tidak diajar seperti biasa tapi dilatih berbagai ketrampilan, kesenian ,
dan olahraga. Pelaksanaan inovasi dimulai dengan cara penyampaian informasi
tentang cara pelaksanaan Hari Krida dari atas sampai lapisan bawah. Sehingga
berdasarkan kondisi dan situasi sekolah maupun social, umumnya pada hari
sabtuyang berlangsung hanya olahraga dan kesenian khususnya menyanyi. Dari
Inovasi tersebut diperoleh analisis :
Kemanfaatan,
tetap aka nada manfaat walaupun tidak sepenuhnya seperti yang diharapkan.
Konsekuensi langsung, dengan adanya latihan olahraga secara rutin Setiap hari
sabtu, maka tim olahraga sekolah menjadi terlatih dan terampil. Konsekuensi
yang diharapkan, tidak sepenuhnya tercapai karena hanya sebagian ketrampilan
siswa yang dapat dikembangkan. Konsekuensi yang tidak diharapkan, terjadinya
pulang awal pada hari sabtu.
0 komentar:
Posting Komentar