BLENDED
COOPERATIVE E-LEARNING (BCeL) SEBAGAI SARANA
PENDIDIKAN
PENUNJANG LEARNING COMMUNITY
Oleh : dyah purwaningsih dan pujianto
Pemanfaatan
teknologi komputer di dunia pendidikan seperti e-learning sudah lama membuka
kemungkinan terjadinya proses pembelajaran dengan berbagai tipe. Dalam artikel
berikut, akan dijelaskan tentang blended e-learning dan cooperative
learning berikut pengembangannya sehingga menjadi suatu tipe
pembelajaran baru yang lebih efektif, efisien dan menarik bagi siswa. Pendekatan
untuk mengkombinasikan kegiatan tatap muka di kelas dengan kegiatan berkelompok
selama proses pembelajaran dan penilaian berpasangan dapat disebut sebagai pendekatan
blended cooperative e-learning (BCeL). BCeL dapat
digunakan sebagai suatu alternatif jenis pembelajaran yang tidak hanya efektif,
efisien dan menarik sebagai sarana untuk menunjang learning community bagi
siswa, karena dalam BCeL selain terdapat interaksi guru dan interaksi muatan
juga terdapat interaksi sosial yang memungkinkan siswa dapat mempersepsikan
diri mereka sebagai sebuah komunitas yang saling bergantung secara positif (positive
interdependent). Untuk desain dan pengembangan pembelajaran dalam BCeL
dapat dilakukan dengan menggunakan model ADDIE (analysis, design,
development, implementation, and evaluation) yang dikemukakan Dick, Carey
and Carey (2001).
Blended
Cooperative e-Learning (BCeL)
Blended
e-learning memiliki banyak manfaat dari segi kependidikan baik dari segi waktu,
tempat dan juga dari segi. Johnson & Johnson (1998 dan 2002) dalai artikelnya
menyatakan beranggapan bahwa pembelajaran yang didukung computer itu
semata-mata dapat terjadi bila siswa beralih ke cooperative learning.
Pendekatan untuk mengkombinasikan kegiatan tatap muka di kelas dengan kegiatan
berkelompok selama proses pembelajaran dan penilaian pasangan dapat disebut
sebagai pendekatan blended cooperative e-learning (BCeL). Kerangka teori
BCeL ini dibangun berdasarkan pandangan dari beberapa teori yang mengkerangkai cooperative
learning. Dalam BCeL dipadukan tiga jenis interaksi yang meliputi interaksi
sosial, interaksi muatan, dan interaksi guru (Gambar 1).
Tipe
interaksi pertama adalah dengan guru yang menjadi fasilitator active learning
dan interaksi tatap muka yang terjadi pada suatu setting sosial. Akan
tetapi, gurulah yang merancang dan mengelola urut-urutan pembelajaran
dan menyeleksi media yang tepat sebelum berinteraksi dengan siswa.
Interaksi kedua adalah dengan muatan. Interaksi ini menjembatani
interaksi kognitif dengan konsep-konsep dan keterampilan yang termuat
dalam modul pembelajaran. Terakhir, interaksi social dimaksudkan sebagai
kemampuan pembelajar (siswa) untuk mempersepsikan diri mereka sebagau
sebuah komunitas yang saling bergantung secara positif (positive interdependent,
cooperation). Interaksi demikian itu dapat terjadi di keseluruhan proses
pembelajaran
karena mereka saling berbagi referensi dan ketika mereka mengerjakan tugas-tugas
yang menuntut kerjasama. Sebagaimana diketahui, dimensi interaksi antarmanusia
dalam keseluruhan proses pembelajaran sangatlah penting. Makna dan pengertian
yang terbangun pada akhirnya akan muncul melalui interaksi (diskursussocial).
Makna ini kemudian dibagi di antara anggota-anggota kelompok yang ikut membangun
pengetahuan bersama melalui tanggapan antar mereka sendiri. Ini sudah merupakan
pencapaian level kognitif yang tinggi (Aviv, 2000)
Gambar
1. Tipe interaksi dalam BCeL
Untuk
desain dan pengembangan pembelajaran dalam BCeL dapat dilakukan dengan
menggunakan model ADDIE (analysis, design, development, implementation, and
evaluation) yang dikemukakan Dick, Carey, and Carey (2001). Model
pengajaran ini didasarkan pada pengembangan pembelajaran yang sistematis dan
terdiri dari tujuh fase (Gambar 2): analisis, desain, pengembangan,
implementasi, pelaksanaan, evaluasi, dan feedback)
1.
Analisis: fase ini menentukan apa yang akan diajarkan. Tujuan analisis
adalah untuk mendeteksi karakteristik belajar dan kebutuhan siswa, menentukan lingkungan
tempat pembelajaran akan dilakukan serta menghitung sumber daya yang tersedia.
Karakteristik siswa ditentukan antara lain dengan mengumpulkan informasi
demografis dan melakukan test pendahuluan untuk keterampilan memanfaatkan
computer. Fase pertama ini akan menghasilkan tujuan pembelajaran bagi setiap
modul serta muatan edukatif (pengetahuan dan keterampilan yang akan dipelajari
beserta aktivitas yang akan dikembangkan)
2.
Perancangan: fase ini menentukan bagaimana akan diajarkan. Yang
diperoleh dari analisis pada tahap sebelumnya akan digunakan untuk menciptakan
suatu cetak-biru pengajaran, yang didalamnya telah dirinci hal-hal seperti: di
mana proses pembelajaran akan dilakukan, pendekatan pembelajaran yang akan digunakan,
struktur informasi dari materi yang akan disampaikan (fakta-fakta, konsep,
proses, prosedur, asas), standar yang akan digunakan, criteria pelaksanaan, dan
capaian yang diharapkan. Metode pembelajaran, misalnya, dapat dibagi menjadi
lima modul yang masing-masing terdiri dari pengetahuan dan keterampilan serta
pre-test dan post-test. Dalam tahap perancangan ini, script atau storyboard
sudah harus ditentukan. Script atau storyboard ini cukup
berupa tampilan demi tampilan deskripsi pada layar yang akan dibaca,
didengarkan dan dilihat siswa dengan menggunakan program aplikasi grafis yang
dilengkapi dengan tombol-tombol antarmuka dan navigasi untuk supaya interaktif.
Multimedia yang digunakan di setiap modul dapat berupa kombinasi teks, suara,
gambar sederhana, dan penggalan video. Setiap siswa diharuskan lulus, misalnya
80% untuk setiap modul. Siswa yang gagal diharuskan mendalami dan memperkaya
sendiri modul untuk kemudian diberi pertanyaan remedi sampai mereka betul-betul
memahami modul.
3.
Penyusunan dan pengembanagan: dalam fase ini, kita harus mempersiapkan alat-alat
yang digunakan, materi, strategi, urut-urutan, serta segala sumber daya yang
telah disebutkan dalam rancangan. Semua itu harus selesai dipersiapkan pada
tahap ini.
4.
Implementasi: fase ini meliputi penggunaan perangkat lunak untuk proses
elearning nantinya. Ada banyak program aplikasi yang dapat diperoleh, baik yang
harus mencari maupun memanfaatkan yang sudah ada dalam system operasi yang
sudah ter-install di computer. Software semacam “FrontPage” dapat digunakan
untuk menampilkan teks, gambar, dan penggalan video. Sementara itu, pre-test
dan post-test dapat dibuat menggunakan software (misalnya “AuthorWare”) yang
memungkinkan siswa untuk melakukan interaktivitas dan memberikan feedback langsung.
Link-link di tempat yang membutuhkan perlu dibuat untuk menjembatani
berbagai muatan dalai modul yang saling berkaitan dan saling isi, karena
hypertext dan hypermedia yang digunakan untuk link dalam tampilan
multimedia akan jauh lebih
membantu
dibandingkan dengan format tampilan multimedia yang datardatar saja.
5.
Pelaksanaan (uji coba): pada fase ini, modul telah siap digunakan untuk proses pembelajaran.
Pembelajaran dalam format elektronik ini terpasang dan disimpan dalam computer
siswa di laboratorium multimedia di kampus. Pada pertemuan pertama harus
dijelaskan segala sesuatu menyangkut pembelajaran online itu, misalnya: rencana
kerja, alokasi waktu untuk mengerjakan setiap modul, deadline untuk
mengumpulkan tugas-tugas, dan syarat kelulusan.
6.
Evaluasi: masukan informasi yang ada selama proses pelaksanaan itu dikumpulkan,
termasuk hasil pre-test dan masalah-masalah dan kesulitan yang timbul selama
pelaksanaan.
7.
Feedback: hasil yang diperoleh dari pre-test ditambah dengan komentar
dan saran dari kolega dan ahli harus dipertimbangkan. Misalnya, saran yang berkaitan
dengan seluruh tahapan model pengajaran elektronis (einstructional), kejelasan
gambar, video, dan tampilan teks harus diperhatiakan untuk dijadikan bahan
penyempurnaan modul sebelum benar-benar diterapkan ke kelompok studi.
Hasil-hasil post-test dan pendapat siswa mengenai pelajaran tersebut dianalisis
dengan tetap mempertimbangkan korelasinya dengan tujuan pembelajaran untuk
melakukan perbaikan modul bila diperlukan. Dalam pengertian demikian, maka
feedback merupakan
penilaian
yang bersifat formatif.
Kesimpulan
dari dyah purwaningsih dan pujianto
:
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kolaborasi cooperative learning dan
e-learning menjadi Blended Cooperative e-Learning (BCeL) dapat digunakan
sebagai suatu alternatif jenis pembelajaran yang tidak hanya efektif, efisien
dan menarik sarana menunjang learning community bagi siswa, karena
dalam BCeL selain terdapat interaksi guru dan interaksi muatan juga
terdapat interaksi sosial yang memungkinkan siswa dapat mempersepsikan
diri mereka sebagai sebuah komunitas yang saling bergantung secara
positif (positive interdependent, cooperation).
Download
filenya :http://www.ziddu.com/download/21220322/BLENDEDCooperativeE-LEARNINGBCeL....pdf.html
0 komentar:
Posting Komentar